Ketika memuja di pura desa, digunakan mantram sebagai berikut:
Om Isananh sarwa widyanam
Iswarah sarwa bhutanam
Brahmano dhipatir brahma
sivostu sadasiwa
Senin, 31 Oktober 2011
Mantra Pemujaan Padmasana
Untuk Memuja di Padmasana, Sanggar Tawang, dapat digunakan salah satu contoh dari dua mantram di bawah ini:
Om, akasam nirmala sunyam
Guru dewa bhyomantram
Ciwa nirwana wiryanam
rekha Omkara wijayam
atau
Om namah dewa adhisthanaya
sarva wyapi vai siwaya
padmasana ekaprastisthaya
ardhanareswaryai namo namah
Om, akasam nirmala sunyam
Guru dewa bhyomantram
Ciwa nirwana wiryanam
rekha Omkara wijayam
atau
Om namah dewa adhisthanaya
sarva wyapi vai siwaya
padmasana ekaprastisthaya
ardhanareswaryai namo namah
Mantras
Sebuah pepatah dari Veda klaim, "Pidato adalah inti dari kemanusiaan." Semua apa manusia berpikir dan akhirnya terjadi adalah ditentukan oleh ekspresi ide dan tindakan melalui pidato dan turunannya, menulis. Semuanya, Veda mempertahankan, ada melalui pembicaraan. Ide tetap unactualized sampai mereka diciptakan melalui kekuatan berbicara.
Dalam praktek Veda, teknik yang paling kuno dan klasik Hindu, mantra melambangkan sebagai kebutuhan untuk kemajuan spiritual dan pencapaian tinggi. Berikut adalah beberapa ide penting tentang mantra, yang akan memungkinkan Anda untuk memulai pemahaman praktis tentang apa mantra dan apa yang dapat dilakukan.
Mantra adalah energi berbasis suara. Mengatakan kata apapun menghasilkan getaran fisik yang sebenarnya. Seiring waktu, jika kita tahu apa efek dari getaran yang, maka kata tersebut mungkin akan memiliki makna yang terkait dengan efek mengatakan bahwa getaran atau kata. Ini adalah satu tingkat dasar energi untuk kata-kata. Tingkat lain adalah niat. Getaran fisik yang sebenarnya ketika digabungkan dengan niat mental, getaran kemudian mengandung komponen mental yang tambahan, yang mempengaruhi hasil mengatakannya. Tujuannya ketika overlay pada gelombang suara sebagai gelombang pembawa. Meskipun ada makna umum, yang datang untuk dihubungkan dengan mantra, hanya definisi abadi adalah hasil atau efek dari mengucapkan mantra.
Dalam praktek Veda, teknik yang paling kuno dan klasik Hindu, mantra melambangkan sebagai kebutuhan untuk kemajuan spiritual dan pencapaian tinggi. Berikut adalah beberapa ide penting tentang mantra, yang akan memungkinkan Anda untuk memulai pemahaman praktis tentang apa mantra dan apa yang dapat dilakukan.
Mantra adalah energi berbasis suara. Mengatakan kata apapun menghasilkan getaran fisik yang sebenarnya. Seiring waktu, jika kita tahu apa efek dari getaran yang, maka kata tersebut mungkin akan memiliki makna yang terkait dengan efek mengatakan bahwa getaran atau kata. Ini adalah satu tingkat dasar energi untuk kata-kata. Tingkat lain adalah niat. Getaran fisik yang sebenarnya ketika digabungkan dengan niat mental, getaran kemudian mengandung komponen mental yang tambahan, yang mempengaruhi hasil mengatakannya. Tujuannya ketika overlay pada gelombang suara sebagai gelombang pembawa. Meskipun ada makna umum, yang datang untuk dihubungkan dengan mantra, hanya definisi abadi adalah hasil atau efek dari mengucapkan mantra.
HINDU MANTRAM
Sembah Śiwa Amrta :
OM Hrāng Hrīng sah paramaśiwa-amrta ya namah.
Aturi Kang Toya Puspa, Gandhāksata, Wījā :
OM Puspa dantā ya namah. (sekar)
OM Sri Gandheśwarya ya namah. (miyik-miyikan)
OM Kung Kumāra Wījā ya namah (Bija/Beras)
OM Ang Dhūpa dīpa-astrā ya namah (Dupa)
Ngarga Tirta :
OM Gangga Dewi Maha punyam, Gangga salanca medini, Gangga tarangga samyuktam, Gangga dewi namu namah.
OM Śri Gangga Mahadewi, Anuksma-amrta jiwani, Ongkara aksara jiwatam, Tadda-amrta manoharam.
OM Utpeti ka suram ca, Utpeti ka tawa goras ca, Utpeti sarwa hitan ca, Utpeti Śrī wahinam ya namah swāhā.
( Raris uder kang toya ping tiga, saha uleng ning kahyun )
Mantra :
OM Bhūr Bhuwah Swah swāhā Mahāganggayai tīrtha pawitrani ya namah swāhā.
( Raris masirat ring angga ping tiga )
Mantra :
OM Ang Brahmā-amrtā ya namah
OM Ung wisnu- amrtā ya namah
OM Mang Īśwara-amrtā ya namah
Ngaksama
Om Ksama swa mām mahādewa, Sarwa prāni hitāng karah
Māmmoca sarwa pāpebhah, Pālayaswa sadāsiwa
Om Papoham papo karmaham, Papa-atma papa sambhah wah
Trahimam pundari kaksah, Sabahya bhyantara suci.
Om Ksantawya kayiko dosah, Ksantawya waciko mama
Ksantawya manaso dosah, Tat pramadat ksama swamam.
Nunas Waranugraha
Om Anugraha manoharam, Dewa data nugrahakam
Arcanam sarwa pujanam, Namah sarwa-nugrahakam.
Om Dewa-Dewi maha siddhyam, Yadnyanta nirmala-atmakam
Laksmi siddisca dirghayu, Nirwighna sukha wreddhisca.
Om Anugraha ya namah swaha
OM Hrāng Hrīng sah paramaśiwa-amrta ya namah.
Aturi Kang Toya Puspa, Gandhāksata, Wījā :
OM Puspa dantā ya namah. (sekar)
OM Sri Gandheśwarya ya namah. (miyik-miyikan)
OM Kung Kumāra Wījā ya namah (Bija/Beras)
OM Ang Dhūpa dīpa-astrā ya namah (Dupa)
Ngarga Tirta :
OM Gangga Dewi Maha punyam, Gangga salanca medini, Gangga tarangga samyuktam, Gangga dewi namu namah.
OM Śri Gangga Mahadewi, Anuksma-amrta jiwani, Ongkara aksara jiwatam, Tadda-amrta manoharam.
OM Utpeti ka suram ca, Utpeti ka tawa goras ca, Utpeti sarwa hitan ca, Utpeti Śrī wahinam ya namah swāhā.
( Raris uder kang toya ping tiga, saha uleng ning kahyun )
Mantra :
OM Bhūr Bhuwah Swah swāhā Mahāganggayai tīrtha pawitrani ya namah swāhā.
( Raris masirat ring angga ping tiga )
Mantra :
OM Ang Brahmā-amrtā ya namah
OM Ung wisnu- amrtā ya namah
OM Mang Īśwara-amrtā ya namah
Ngaksama
Om Ksama swa mām mahādewa, Sarwa prāni hitāng karah
Māmmoca sarwa pāpebhah, Pālayaswa sadāsiwa
Om Papoham papo karmaham, Papa-atma papa sambhah wah
Trahimam pundari kaksah, Sabahya bhyantara suci.
Om Ksantawya kayiko dosah, Ksantawya waciko mama
Ksantawya manaso dosah, Tat pramadat ksama swamam.
Nunas Waranugraha
Om Anugraha manoharam, Dewa data nugrahakam
Arcanam sarwa pujanam, Namah sarwa-nugrahakam.
Om Dewa-Dewi maha siddhyam, Yadnyanta nirmala-atmakam
Laksmi siddisca dirghayu, Nirwighna sukha wreddhisca.
Om Anugraha ya namah swaha
THE MYSTERY OF MANTRAS
Mantra suara-suara mistis yang menghasilkan jenis energi tertentu. 'Mananath Trayathe Ithi Mantraha'-mantra melindungi orang yang mengucapkannya. Mantra berarti diciptakan oleh orang besar bagi kesejahteraan masyarakat.
Mantra mantra mantra Hindu pengulangan suara mantra penyembuhan mistik Graha Energi kosmik kita selalu menerima mengandung energi berbeda yang datang dari benda-benda angkasa yang berbeda. Karena kita adalah bagian dari tata surya kita, energi datang dari Planet dalam tata surya selalu jatuh di atas kita, dan diserap oleh tubuh kita. Energi ini sangat dibutuhkan oleh setiap orang dari kita. Mereka mendorong kegiatan sehari-hari kita dan keputusan. Kekuatan hidup kita memang dikombinasikan dengan energi ini. Ketika ada defisit dari setiap energi ini, masalah terkait akan muncul. Misalnya, ketika ada defisit energi yang datang dari Matahari, masalah kesehatan seperti sakit kepala, pandangan mata yang buruk, kelemahan dll jantung akan terjadi. Juga akan ada masalah dengan atasan atau pejabat pemerintah. Akan ada kendala dalam memperoleh properti ayah. Kita dapat mengatasi semua masalah ini dengan meningkatkan energi matahari dalam individu dengan mengadopsi berbagai teknik. Pembacaan Mantra Sun adalah teknik yang paling efektif.
Apa yang terjadi ketika dibacakan mantra? Ketika kita berulang kali mengucapkan mantra kita tuning untuk frekuensi tertentu dan frekuensi ini menetapkan kontak dengan energi kosmik dan menyeretnya ke dalam tubuh kita dan sekitarnya. Jadi kita dapat menyeimbangkan energi dan juga meningkatkan tingkat jenis tertentu energi, yang mempromosikan tindakan-tindakan tertentu dan peristiwa. Sebagai contoh, jika kita meningkatkan tingkat energi Merkurius, yang mempromosikan kita untuk mengambil langkah-langkah cerdas dalam bisnis.
Semua mantra datang dari suara suci tunggal: 'Om'. Om adalah kombinasi dari 3 suara utama: Aa-Vu-Ma. (Lihat simbol Om di kanan) 'Aa' mewakili Wisnu, pemelihara itu, 'Vu' mewakili Siva, penghancur, dan 'Ma' mewakili Brahma, sang pencipta. Aa-juga mewakili Matahari, Vu-Bulan, dan Ma-Api. Ada lebih dari 150 arti menemukan dari suara 'Om', sejauh ini. Dikatakan bahwa Tuhan Siva adalah yang pertama untuk mengungkapkan mantra untuk kesejahteraan umat manusia, melalui bijak. (Lihat dia dengan keluarganya di sebelah kiri atas).
Ada mantra untuk setiap hal. The 'Mantra Gayatri' dibacakan oleh Hindu terdiri dari 24 suara, setiap suara yang sarat dengan energi dari jenis yang berbeda dengan orang bijak kuno. Jadi ada 24 orang bijak yang menyumbang suara untuk Mantra Gayatri. Dikatakan bahwa 'tidak ada Mantra Gayatri dan bagus daripada tidak ada tuhan besar daripada Ibu'.
Tujuan utama dari Mantra adalah untuk menyediakan apa pun manusia lama. Misalnya, suara 'Sreem' mewakili Lakshmi, dewi kekayaan. Oleh karena Mantra: "Om Sreem Om 'akan membawa kesuksesan moneter untuk orang yang mengucapkannya setiap hari selama minimal 2 jam.
Jika Anda ingin menarik orang lain dan mendapatkan hal-hal yang dilakukan oleh mereka, kemudian 'Kleem' adalah suara yang tepat untuk Anda. Suara ini mantra pesona. Jadi Mantra: "Om Kleem Om 'akan meningkatkan daya tarik Anda.
Jika Anda ingin menjadi lebih dinamis dan energik dan Anda ingin menyingkirkan penyakit umum, Anda dapat melantunkan: 'Om Hreem Om'. Berikut 'Hreem' adalah reservoir energi.
Jika Anda khawatir tentang kecerdasan dan pendidikan anak-anak Anda, biarkan mereka membaca: "Om Iym Om '. Berikut 'Iym' mewakili Saraswathi, dewi Pendidikan.
Untuk menyingkirkan mata setan dan roh jahat, Anda dapat membaca: 'Om Ham Om'. Berikut 'Ham' represenst Hanoman atau Anjaneya yang melenyapkan semua kejahatan dan ketakutan.
Untuk memiliki kehidupan pernikahan hormonious dan untuk mengurangi pertengkaran antara suami dan istri, mantra berikut akan sangat berharga: "Om Om Saam". Di sini, 'Saam' mewakili tuan Subrahmanya atau Kartikeya yang memberi kehidupan pernikahan bahagia. Jika anak-anak melafalkan mantra ini, kekuatan vital mereka akan meningkat dan mereka dapat melarikan diri dari kecelakaan dan illhealth.
Banyak banyak orang wajah illhealth dan menderita banyak, karena perbuatan yang dilakukan di kelahiran sebelumnya. Bagi mereka, untuk menyingkirkan masalah kesehatan, dan menjalani kehidupan yang penuh sanksi oleh Allah, mereka harus mengucapkan 'Om Joom Saha'. Ini disebut Mrityunjaya (Winning tentang Kematian) mantra dan harus dibaca untuk atleast 2 jam sehari.
Semua kegiatan oleh manusia sangat dipengaruhi oleh Sembilan Planet diidentifikasi dalam Astrologi India. Jadi mantra Planetary dilengkapi sini, bersama dengan tujuan umum mereka:
1) Sun: Om Hraam Hreem Hroum Sah Suryaya Namaha |Mantra diatas harus dibaca untuk melarikan diri dari masalah dalam Ayub, Politik, Kesehatan, penyakit yang berhubungan dengan Kepala, hal-hal terkait paternal.
2) Bulan: Om Sraam Sreem Sroum Sah Chandraya Namaha |Ini adalah mantra untuk keluar dari kekhawatiran mental, masalah dari hal-hal Ibu, penyakit yang berhubungan dengan perut dan darah.
3) Mars: Om Kraam Kreem Kroum Sah Bhoumaaya Namaha |Ini adalah mantra untuk mendapatkan sifat dinamis, menang pada orang lain, keberhasilan dalam kendaraan, tanah atau rumah transaksi properti, melarikan diri dari kecelakaan, meningkatkan hubungan dengan pasangan.
4) Jupiter: Om Jraam Jreem Jroum Sah Gurave Namaha |Ini adalah mantra untuk mencapai keberhasilan umum dalam hidup dan mendapatkan perlindungan dalam segala hal. Hal ini meningkatkan rasa hormat dari orang lain dan kontak sosial. Ini memberi stabilitas di pekerjaan atau bisnis.
5) Saturnus: Om Khraam Khreem Khroum Sah Senaye Namaha |Mantra ini membuat satu untuk melarikan diri dari penundaan, trauma, gangguan kesehatan, semua masalah besar dalam hidup.
6) Mercury: Om Braam Breem Broum Sah Budhaaya Namaha |Ini adalah Mantra untuk meningkatkan transaksi Bisnis dan Komunikasi keterampilan. Hal ini akan mempertajam kecerdasan.
7) Venus: Om Dhraam Dhreem Dhroum Sah Sukraaya Namaha |Mantra ini membuat satu untuk memperbaiki hubungan dengan wanita, bakat artistik, mendapatkan perhiasan dan uang.
8) Rahu: Om Bhraam Bhreem Bhroum Sah Rahave Namaha |Mantra ini membuat satu untuk menyingkirkan setiap kebingungan dalam pikiran, masalah hukum, masalah dari roh-roh jahat.
9) Kethu: Om Praam Preem Proum Sah Kethave Namaha |Mantra ini membuat satu untuk keluar dari fitnah, penyakit alergi, masalah dari roh-roh jahat, dan tiba-tiba terjadi peristiwa buruk.
Setiap orang tidak dapat memulai melantunkan mantra apa yang pernah mereka inginkan. Orang yang ingin membacakan mantra harus mengikuti kode etik tertentu. Sebagai contoh, seseorang harus membacakan mantra saat damai. Dia / dia harus bangun pagi-pagi, mandi, mulai membacakan mantra pada saat kenaikan Sun. Satu harus menjaga kesalehan dan menghindari non-vegetarian makanan, alkohol, dan hal-hal lain, yang membuat fungsi otak yang tidak tepat. Yang paling penting adalah: kita harus mencari Guru (ilahi panduan), yang memberitahu apa jenis Mantra ini cocok untuk meringankan masalah seseorang, dan juga mengajarkan bagaimana untuk melafalkan mantra. Tanpa bimbingan yang tepat dari Guru, orang tidak boleh ventura untuk memulai menyanyikan mantra.
Mantra mantra mantra Hindu pengulangan suara mantra penyembuhan mistik Graha Energi kosmik kita selalu menerima mengandung energi berbeda yang datang dari benda-benda angkasa yang berbeda. Karena kita adalah bagian dari tata surya kita, energi datang dari Planet dalam tata surya selalu jatuh di atas kita, dan diserap oleh tubuh kita. Energi ini sangat dibutuhkan oleh setiap orang dari kita. Mereka mendorong kegiatan sehari-hari kita dan keputusan. Kekuatan hidup kita memang dikombinasikan dengan energi ini. Ketika ada defisit dari setiap energi ini, masalah terkait akan muncul. Misalnya, ketika ada defisit energi yang datang dari Matahari, masalah kesehatan seperti sakit kepala, pandangan mata yang buruk, kelemahan dll jantung akan terjadi. Juga akan ada masalah dengan atasan atau pejabat pemerintah. Akan ada kendala dalam memperoleh properti ayah. Kita dapat mengatasi semua masalah ini dengan meningkatkan energi matahari dalam individu dengan mengadopsi berbagai teknik. Pembacaan Mantra Sun adalah teknik yang paling efektif.
Apa yang terjadi ketika dibacakan mantra? Ketika kita berulang kali mengucapkan mantra kita tuning untuk frekuensi tertentu dan frekuensi ini menetapkan kontak dengan energi kosmik dan menyeretnya ke dalam tubuh kita dan sekitarnya. Jadi kita dapat menyeimbangkan energi dan juga meningkatkan tingkat jenis tertentu energi, yang mempromosikan tindakan-tindakan tertentu dan peristiwa. Sebagai contoh, jika kita meningkatkan tingkat energi Merkurius, yang mempromosikan kita untuk mengambil langkah-langkah cerdas dalam bisnis.
Semua mantra datang dari suara suci tunggal: 'Om'. Om adalah kombinasi dari 3 suara utama: Aa-Vu-Ma. (Lihat simbol Om di kanan) 'Aa' mewakili Wisnu, pemelihara itu, 'Vu' mewakili Siva, penghancur, dan 'Ma' mewakili Brahma, sang pencipta. Aa-juga mewakili Matahari, Vu-Bulan, dan Ma-Api. Ada lebih dari 150 arti menemukan dari suara 'Om', sejauh ini. Dikatakan bahwa Tuhan Siva adalah yang pertama untuk mengungkapkan mantra untuk kesejahteraan umat manusia, melalui bijak. (Lihat dia dengan keluarganya di sebelah kiri atas).
Ada mantra untuk setiap hal. The 'Mantra Gayatri' dibacakan oleh Hindu terdiri dari 24 suara, setiap suara yang sarat dengan energi dari jenis yang berbeda dengan orang bijak kuno. Jadi ada 24 orang bijak yang menyumbang suara untuk Mantra Gayatri. Dikatakan bahwa 'tidak ada Mantra Gayatri dan bagus daripada tidak ada tuhan besar daripada Ibu'.
Tujuan utama dari Mantra adalah untuk menyediakan apa pun manusia lama. Misalnya, suara 'Sreem' mewakili Lakshmi, dewi kekayaan. Oleh karena Mantra: "Om Sreem Om 'akan membawa kesuksesan moneter untuk orang yang mengucapkannya setiap hari selama minimal 2 jam.
Jika Anda ingin menarik orang lain dan mendapatkan hal-hal yang dilakukan oleh mereka, kemudian 'Kleem' adalah suara yang tepat untuk Anda. Suara ini mantra pesona. Jadi Mantra: "Om Kleem Om 'akan meningkatkan daya tarik Anda.
Jika Anda ingin menjadi lebih dinamis dan energik dan Anda ingin menyingkirkan penyakit umum, Anda dapat melantunkan: 'Om Hreem Om'. Berikut 'Hreem' adalah reservoir energi.
Jika Anda khawatir tentang kecerdasan dan pendidikan anak-anak Anda, biarkan mereka membaca: "Om Iym Om '. Berikut 'Iym' mewakili Saraswathi, dewi Pendidikan.
Untuk menyingkirkan mata setan dan roh jahat, Anda dapat membaca: 'Om Ham Om'. Berikut 'Ham' represenst Hanoman atau Anjaneya yang melenyapkan semua kejahatan dan ketakutan.
Untuk memiliki kehidupan pernikahan hormonious dan untuk mengurangi pertengkaran antara suami dan istri, mantra berikut akan sangat berharga: "Om Om Saam". Di sini, 'Saam' mewakili tuan Subrahmanya atau Kartikeya yang memberi kehidupan pernikahan bahagia. Jika anak-anak melafalkan mantra ini, kekuatan vital mereka akan meningkat dan mereka dapat melarikan diri dari kecelakaan dan illhealth.
Banyak banyak orang wajah illhealth dan menderita banyak, karena perbuatan yang dilakukan di kelahiran sebelumnya. Bagi mereka, untuk menyingkirkan masalah kesehatan, dan menjalani kehidupan yang penuh sanksi oleh Allah, mereka harus mengucapkan 'Om Joom Saha'. Ini disebut Mrityunjaya (Winning tentang Kematian) mantra dan harus dibaca untuk atleast 2 jam sehari.
Semua kegiatan oleh manusia sangat dipengaruhi oleh Sembilan Planet diidentifikasi dalam Astrologi India. Jadi mantra Planetary dilengkapi sini, bersama dengan tujuan umum mereka:
1) Sun: Om Hraam Hreem Hroum Sah Suryaya Namaha |Mantra diatas harus dibaca untuk melarikan diri dari masalah dalam Ayub, Politik, Kesehatan, penyakit yang berhubungan dengan Kepala, hal-hal terkait paternal.
2) Bulan: Om Sraam Sreem Sroum Sah Chandraya Namaha |Ini adalah mantra untuk keluar dari kekhawatiran mental, masalah dari hal-hal Ibu, penyakit yang berhubungan dengan perut dan darah.
3) Mars: Om Kraam Kreem Kroum Sah Bhoumaaya Namaha |Ini adalah mantra untuk mendapatkan sifat dinamis, menang pada orang lain, keberhasilan dalam kendaraan, tanah atau rumah transaksi properti, melarikan diri dari kecelakaan, meningkatkan hubungan dengan pasangan.
4) Jupiter: Om Jraam Jreem Jroum Sah Gurave Namaha |Ini adalah mantra untuk mencapai keberhasilan umum dalam hidup dan mendapatkan perlindungan dalam segala hal. Hal ini meningkatkan rasa hormat dari orang lain dan kontak sosial. Ini memberi stabilitas di pekerjaan atau bisnis.
5) Saturnus: Om Khraam Khreem Khroum Sah Senaye Namaha |Mantra ini membuat satu untuk melarikan diri dari penundaan, trauma, gangguan kesehatan, semua masalah besar dalam hidup.
6) Mercury: Om Braam Breem Broum Sah Budhaaya Namaha |Ini adalah Mantra untuk meningkatkan transaksi Bisnis dan Komunikasi keterampilan. Hal ini akan mempertajam kecerdasan.
7) Venus: Om Dhraam Dhreem Dhroum Sah Sukraaya Namaha |Mantra ini membuat satu untuk memperbaiki hubungan dengan wanita, bakat artistik, mendapatkan perhiasan dan uang.
8) Rahu: Om Bhraam Bhreem Bhroum Sah Rahave Namaha |Mantra ini membuat satu untuk menyingkirkan setiap kebingungan dalam pikiran, masalah hukum, masalah dari roh-roh jahat.
9) Kethu: Om Praam Preem Proum Sah Kethave Namaha |Mantra ini membuat satu untuk keluar dari fitnah, penyakit alergi, masalah dari roh-roh jahat, dan tiba-tiba terjadi peristiwa buruk.
Setiap orang tidak dapat memulai melantunkan mantra apa yang pernah mereka inginkan. Orang yang ingin membacakan mantra harus mengikuti kode etik tertentu. Sebagai contoh, seseorang harus membacakan mantra saat damai. Dia / dia harus bangun pagi-pagi, mandi, mulai membacakan mantra pada saat kenaikan Sun. Satu harus menjaga kesalehan dan menghindari non-vegetarian makanan, alkohol, dan hal-hal lain, yang membuat fungsi otak yang tidak tepat. Yang paling penting adalah: kita harus mencari Guru (ilahi panduan), yang memberitahu apa jenis Mantra ini cocok untuk meringankan masalah seseorang, dan juga mengajarkan bagaimana untuk melafalkan mantra. Tanpa bimbingan yang tepat dari Guru, orang tidak boleh ventura untuk memulai menyanyikan mantra.
Sabtu, 29 Oktober 2011
Doa Untuk Keselamatan Penganten
Om iha iwa stam ma wi yaustam
wiswam ayur wyasnutam
kridantau putrair naptrbhih
modamanau swe grhe
wiswam ayur wyasnutam
kridantau putrair naptrbhih
modamanau swe grhe
Doa Untuk Pelantikan Pejabat Negara
Om A Brahman brahmano brahmawarcasi jayatman
raste raajanah sura isawyo tiwyadhi maharatho jayatam
dogdhri dhenuryodanad wanasuh saptih purandhiryosajisnu
ratesthah sabheyo yuwasya jayamanasya wiro jayatam
nikaame-nikaame nah parjanyo warsatu phalawatyo na
osadhayah pacyantam yogaksemo nah kalpataam
raste raajanah sura isawyo tiwyadhi maharatho jayatam
dogdhri dhenuryodanad wanasuh saptih purandhiryosajisnu
ratesthah sabheyo yuwasya jayamanasya wiro jayatam
nikaame-nikaame nah parjanyo warsatu phalawatyo na
osadhayah pacyantam yogaksemo nah kalpataam
Jumat, 28 Oktober 2011
Doa Untuk Memohon Umur Panjang
Om Taccaksur dewahitam sukram uccarat
pasyema saradah satam jiwema saradah satam
pasyema saradah satam jiwema saradah satam
Doa Untuk Mohon Cinta KasihNya
Om wicakrame prthiwim esa etam
ksetraya wisnur manuse dasasyan
druwaso asya kiraya janasa
uruksitim sujanima cakara
ksetraya wisnur manuse dasasyan
druwaso asya kiraya janasa
uruksitim sujanima cakara
Doa Mohon Ketenangan Rumah Tangga
Om wisowiso wo aithim
wajayantah purupriyam
agnim wi duryam wacah
stuse susasya manmabhih
wajayantah purupriyam
agnim wi duryam wacah
stuse susasya manmabhih
Doa Untuk Kelahiran Bayi
Om Brhatsumnah prasawita niwesano
jagatah sthaturubhayasya yo wasi
sa no dewag sawita sarma yaccha
twasme ksayaya triwarutham amhasah
jagatah sthaturubhayasya yo wasi
sa no dewag sawita sarma yaccha
twasme ksayaya triwarutham amhasah
Pencerahan Spiritual, “Japa Mantra“
Pencerahan Spiritual, “Japa Mantra“Written by Agni Homa (agnihoma.org)
Saturday, 04 October 2008 11:01
WEDA sebagai kitab suci merupakan pedoman hidup bagi setiap umat Hindu untuk mewujudkan kehidupan Moksartham jagadhitaya ca iti dharma. Sebagaimana halnya seorang pilot pesawat udara, maupun nahkoda kapal laut, menjadikan sebuah kompas sebagai pedoman untuk menentukan arah tujuan ke suatu tempat dengan aman dan selamat. Sebaliknya apabila pedoman tadi diabaikan, dapat dipastikan manusia akan kehilangan arah dan tujuan. Sesuatu yang baik dan benar dilaksanakan dengan sadar dan sungguh-sungguh akan berpahala kebahagiaan, dan apabila tidak dilaksanakan akan berpahala penderitaan.
Hindu mengajarkan banyak cara dan jalan untuk mewujudkan kebahagiaan dalam hidup. Salah satu cara dan jalan tersebut adalah dengan mengucapkan Japa Mantra. Menurut Agni Purana sebagaimana dikutif oleh Sadguru Sant Keshavadas memberikan batasan pengertian Japa yaitu berasal dari suku kata “ja” artinya menghancurkan kelahiran dan kematian dan suku kata “pa “artinya menghancurkan semua dosa. Jadi japa adalah menghancurkan semua dosa dan meniadakan lingkaran kelahiran kematian serta membebaskan jiwa dari keterikatan duniawi. Japa juga berarti pengulangan mantra yang bersifat pikiran/mental.
Mantra merupakan unsur terpenting dalam agama Hindu, karena setiap ada upacara keagamaan maupun sembahyang pasti akan terdengar mantra. Mengapa mantra merupakan unsur terpenting dalam agama Hindu? Jawabannya, karena mantra tersebut sangat diyakini mengandung kekuatan suci dan gaib. Konsep spiritual, mantra berasal dari kata “man “ dan “yantra “, yang artinya alat untuk melindungi pikiran. Pengucapan mantra bertujuan untuk melindungi pikiran dari berbagai macam godaan. Pikiran yang terlindungi dari kegiatan-kegiatan negatif akan dapat selalu diarahkan untuk memikirkan hal-hal yang bermanfaat dan senantiasa berjalan pada dharma, sehingga seseorang dengan cepat mendapatkan pencerahan spiritual.
Pengertian mantra yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai jampi yang kalau diucapkan dengan tekanan yang benar akan memberikan hasil untuk realisasi rohani atau keinginan keduniawian untuk kesejahteraan maupun kehancuran seseorang, tergantung dari motif untuk apa mantra itu diucapkan. Jadi Japa Mantra adalah pengulangan nama –nama Tuhan atau aksara-aksara Suci.
Ada dua cara pengucapan japa yaitu dengan wacika / oral dan manacika pikiran/mental. Di dalam wacika terdapat dua macam, yang pertama Waikhari, dimana mantra-mantra diulang dengan gerakan bibir dan mengeluarkan suara, kedua Upamsu, mantra diulang-ulang dengan gerakan bibir tetapi tanpa mengeluarkan suara. Japa secara manasika adalah mantra diulang-ulang yang bersifat pikiran (japa mental). Dari berbagai methode pengulangan mantra, japa mental inilah yang dianggap paling mulia. Manu bersabda : “ Wacika sepuluh kali lebih bermanfaat dari kurban-ritualistik. Upamsu-japa adalah seratus kali lebih baik dan japa mental adalah seribu kali pahalanya.
Untuk pemula, japa mental (manasika) memang sulit. Untuk menghancurkan kemalasan (guna tamas), seseorang harus mengikuti wacika japa, membersihkan nafsu ( guna rajas), seseorang harus melatih Upamsu. Dia yang pikirannya telah damai atau dipenuhi guna sattwam melakukan manasika japa. Tentu saja seseorang yang telah mencapai kesempurnaan bisa saja mempergunakan yang mana saja, tetapi bagi yang baru mulai, sebaiknya disiplin di atas ini diikuti dengan tetap melihat desa kala dan patra ( tempat, waktu dan keadaan)
Untuk mendapatkan manfaat yang lebih tinggi dari japa mantra, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan seperti faktor lingkungan, cara penggunaan japa-mala (tasbih), mantra yang digunakan untuk japa. Beberapa persyaratan ini diperlukan dan harus diperhatikan, mengingat yang diucapkan adalah mantra-mantra suci weda agar seseorang cepat memasuki tahap meditasi.
Saturday, 04 October 2008 11:01
Tempat untuk berjapa
Persiapan Melakukan Japa
Mantra Dalam Japa
Na tu mam sakyase drastum anenai’wa swacaksusa, Diwyam dadami te caksuh pasya me yogam aiswaram. Artinya: Tetapi engkau tak mungkin dapat melihat Aku dengan matamu sendiri ini, ini Aku berikan engkau mata suci, saksikanlah kekuatan-kekuata Ku sebagai Dewata (Bh.XI.8) Persiapan Melakukan Japa
Mantra Dalam Japa
WEDA sebagai kitab suci merupakan pedoman hidup bagi setiap umat Hindu untuk mewujudkan kehidupan Moksartham jagadhitaya ca iti dharma. Sebagaimana halnya seorang pilot pesawat udara, maupun nahkoda kapal laut, menjadikan sebuah kompas sebagai pedoman untuk menentukan arah tujuan ke suatu tempat dengan aman dan selamat. Sebaliknya apabila pedoman tadi diabaikan, dapat dipastikan manusia akan kehilangan arah dan tujuan. Sesuatu yang baik dan benar dilaksanakan dengan sadar dan sungguh-sungguh akan berpahala kebahagiaan, dan apabila tidak dilaksanakan akan berpahala penderitaan.
Hindu mengajarkan banyak cara dan jalan untuk mewujudkan kebahagiaan dalam hidup. Salah satu cara dan jalan tersebut adalah dengan mengucapkan Japa Mantra. Menurut Agni Purana sebagaimana dikutif oleh Sadguru Sant Keshavadas memberikan batasan pengertian Japa yaitu berasal dari suku kata “ja” artinya menghancurkan kelahiran dan kematian dan suku kata “pa “artinya menghancurkan semua dosa. Jadi japa adalah menghancurkan semua dosa dan meniadakan lingkaran kelahiran kematian serta membebaskan jiwa dari keterikatan duniawi. Japa juga berarti pengulangan mantra yang bersifat pikiran/mental.
Mantra merupakan unsur terpenting dalam agama Hindu, karena setiap ada upacara keagamaan maupun sembahyang pasti akan terdengar mantra. Mengapa mantra merupakan unsur terpenting dalam agama Hindu? Jawabannya, karena mantra tersebut sangat diyakini mengandung kekuatan suci dan gaib. Konsep spiritual, mantra berasal dari kata “man “ dan “yantra “, yang artinya alat untuk melindungi pikiran. Pengucapan mantra bertujuan untuk melindungi pikiran dari berbagai macam godaan. Pikiran yang terlindungi dari kegiatan-kegiatan negatif akan dapat selalu diarahkan untuk memikirkan hal-hal yang bermanfaat dan senantiasa berjalan pada dharma, sehingga seseorang dengan cepat mendapatkan pencerahan spiritual.
Pengertian mantra yang tidak kalah pentingnya adalah sebagai jampi yang kalau diucapkan dengan tekanan yang benar akan memberikan hasil untuk realisasi rohani atau keinginan keduniawian untuk kesejahteraan maupun kehancuran seseorang, tergantung dari motif untuk apa mantra itu diucapkan. Jadi Japa Mantra adalah pengulangan nama –nama Tuhan atau aksara-aksara Suci.
Ada dua cara pengucapan japa yaitu dengan wacika / oral dan manacika pikiran/mental. Di dalam wacika terdapat dua macam, yang pertama Waikhari, dimana mantra-mantra diulang dengan gerakan bibir dan mengeluarkan suara, kedua Upamsu, mantra diulang-ulang dengan gerakan bibir tetapi tanpa mengeluarkan suara. Japa secara manasika adalah mantra diulang-ulang yang bersifat pikiran (japa mental). Dari berbagai methode pengulangan mantra, japa mental inilah yang dianggap paling mulia. Manu bersabda : “ Wacika sepuluh kali lebih bermanfaat dari kurban-ritualistik. Upamsu-japa adalah seratus kali lebih baik dan japa mental adalah seribu kali pahalanya.
Untuk pemula, japa mental (manasika) memang sulit. Untuk menghancurkan kemalasan (guna tamas), seseorang harus mengikuti wacika japa, membersihkan nafsu ( guna rajas), seseorang harus melatih Upamsu. Dia yang pikirannya telah damai atau dipenuhi guna sattwam melakukan manasika japa. Tentu saja seseorang yang telah mencapai kesempurnaan bisa saja mempergunakan yang mana saja, tetapi bagi yang baru mulai, sebaiknya disiplin di atas ini diikuti dengan tetap melihat desa kala dan patra ( tempat, waktu dan keadaan)
Untuk mendapatkan manfaat yang lebih tinggi dari japa mantra, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan seperti faktor lingkungan, cara penggunaan japa-mala (tasbih), mantra yang digunakan untuk japa. Beberapa persyaratan ini diperlukan dan harus diperhatikan, mengingat yang diucapkan adalah mantra-mantra suci weda agar seseorang cepat memasuki tahap meditasi.
Doa Hari Raya Saraswati
Untuk dihari-hari tertentu, dan juga ista dewata tertentu, seperti pada saat hari raya Saraswati, mantra yang digunakan untuk melakukan puja adalah :
Om Saraswati namos tubhayam
Warade kama rupini
Sidharamban karisyauni
Siddhir bhawantu me sada
“Oh keseluruhan yang lengkap, sebagai dewi Saraswati pemberi anugrah, yang berwujud begitu didambakan, semogalah segala hal yang hamba lakukan selalu berhasil baik.”
Untuk hari raya Saraswati, karena yang dipuja dan diagungkan adalah dewi Saraswati, sebagai dewinya ilmu pengetaahuan dan juga merupakan sakti dari Hyang Brahma, maka dapat juga menggunakan puja mantra berikut :
Om brahma putri mahadewi
Brahmanya brahma wandhini
Saraswati sayajanam praja naya saraswati
Om saraswati dipata ya namah
“Oh keseluruhan yang lengkap, sebagai bakti dewi dari Hyang Brahma, pancaran sakti dari Brahma, Saraswati dewi pengetahuan, saraswati yang sangat bijaksana. Oh dewi yang agung, hamba memuja-MU.”
Sangat penting bagi kita untuk memuja kebesaran dari Sang Hyang Aji Saraswati sebagai dewinya ilmu pengetahuan. Sebab dengan ilmu pengetahuanlah kita dapat hidup didunia ini dengan sentosa. Ilmu pengetahuan mempermudah hidup dan menjadikan diri manusia menjadi murni.
Melalui ilmu pengetahuan
Kebahagiaan abadi diperoleh
(Yajur Weda Samhita. 40.14)
Dan agar kita mendapatkan anugrah yang berguna untuk kesiapan kita mempelajari pengetahuan jasmani serta rohani, maka Sang Hyang Saraswati sebagai dewinya ilmu pengetahuan harus dipuja dengan kesungguhan hati.
Diposkan oleh Dex Gunt Nbc di 05:31Om Saraswati namos tubhayam
Warade kama rupini
Sidharamban karisyauni
Siddhir bhawantu me sada
“Oh keseluruhan yang lengkap, sebagai dewi Saraswati pemberi anugrah, yang berwujud begitu didambakan, semogalah segala hal yang hamba lakukan selalu berhasil baik.”
Untuk hari raya Saraswati, karena yang dipuja dan diagungkan adalah dewi Saraswati, sebagai dewinya ilmu pengetaahuan dan juga merupakan sakti dari Hyang Brahma, maka dapat juga menggunakan puja mantra berikut :
Om brahma putri mahadewi
Brahmanya brahma wandhini
Saraswati sayajanam praja naya saraswati
Om saraswati dipata ya namah
“Oh keseluruhan yang lengkap, sebagai bakti dewi dari Hyang Brahma, pancaran sakti dari Brahma, Saraswati dewi pengetahuan, saraswati yang sangat bijaksana. Oh dewi yang agung, hamba memuja-MU.”
Sangat penting bagi kita untuk memuja kebesaran dari Sang Hyang Aji Saraswati sebagai dewinya ilmu pengetahuan. Sebab dengan ilmu pengetahuanlah kita dapat hidup didunia ini dengan sentosa. Ilmu pengetahuan mempermudah hidup dan menjadikan diri manusia menjadi murni.
Melalui ilmu pengetahuan
Kebahagiaan abadi diperoleh
(Yajur Weda Samhita. 40.14)
Dan agar kita mendapatkan anugrah yang berguna untuk kesiapan kita mempelajari pengetahuan jasmani serta rohani, maka Sang Hyang Saraswati sebagai dewinya ilmu pengetahuan harus dipuja dengan kesungguhan hati.
sumber :klik disini
Melihat dan Mendengar yang Baik
Budha Wacana
Melihat dan Mendengar yang Baik
Oleh : I Gede Suwantana*
NusaBali – Rabu, 26 November 2008
Bhadram karnebhih srnuyaama devaa bhadram pasyemaaksabhir yajatraah
Sthirair angais tustuvamsas tanuubhir vyayema devahitam yad ayuh
(Rg.Veda 1.89.8 )
Ya Tuhan, semoga kami mampu mendengar apa yang baik dan Ilahi, semoga kami mampu melihat yang baik pula. Dan semoga dengan fisik yang sehat dan kuat mempersembahkan lagu kepada-Mu, kami menikmati hidup yang diberkati Tuhan.
SECARA intelek mantra di atas dapat dimengerti dengan mudah. Intelek kita seolah didukung oleh arti mantra tersebut, yakni mendengar dan melihat yang baik, juga menikmati hidup yang berkelimpahan atas rahmat-Nya. Namun kebaikan, kenikmatan atas apa yang kita dengar, kita lihat dan kita rasakan berakar dari keinginan. Intelek yang berakar pada keinginan akan mampu membedakan baik dan buruk secara ordinary saja dan sangat jauh dari pengertian mumuksutvam. Intelek yang berakar dari keinginan itu seperti pisau tumpul tidak mampu memotong secara tegas, sedangkan pikiran seorang mumuksu sangat tajam, hasil potongannya sangat jelas.
Intelek yang berakar pada keinginan hanya mampu membedakan sesuatu secara Iuarnya saja atas apa yang balk dan yang buruk, tetapi intelek seorang mumuksu mampu membedakan mana yang nyata dan yang tidak nyata. Intelek yang tumpul akan membedakan sesual seleranya sedangkan intelek yang tajam mampu membedakan berdasarkan eksistensinya.
Pikiran ordinary melihat mantra mi untuk memohon agar kita selalu melihat dan mendengar yang balk, yang enak, yang menyenangkan dan menolak mendengar dan melihat yang jelek, yang kurang sedap dan buruk. Pandangan ordinary menginginkan sesuatu yang balk itu menjadi lebih dan juga pada saat yang bersamaan ingin membuang sesuatu yang jelek dan tidak mengenakkan agar berkurang. Atas dasar inilah kits selalu memohon kepada Tuhan dengan mengucapkan mantra ini.
Tuhan menjamin bahwa siapapun memuja-Nya akan diselamatkan apapun yang menjadi miliknya dan diberikan apapun yang diinginkannya. Namun mengapa masih banyak orang menderita padahal mereka memuja Tuhan? Siapa yang salah? Apakah Tuhan tidak menepati janjinya, atau mantranya yang tidak manjur? Atau kita yang salah? Kita percaya bahwa Tuhan tidak pernah salah dan mantra yang kita ucapkan juga diwahyukan olehNya sehingga juga tidak pernah salah. Maka kesimpulannya kenapa masih ada penderitaan, itu karena kita yang keliru. Kita memberikan pengharapan dalam mantra itu dan ketika hasilnya tidak sesuai dengan harapan kita, maka penderitaan itu ada. Maka dari itu sepanjang kita memaknai mantra di atas berakar dari keinginan, maka sepanjang itu mantra di atas kehilangan
siddhinya.
Lalu apa yang kita lakukan? Kita harus mendekonstruksi makna itu di dalam diri kita.
“Semoga kita mendengar dan melihat yang baik” arti mantra di atas akan menjadi jelas apabila dilihat dari eksistensinya. Kita dapat melihat dan mendengar kebaikan yang eksis pada suatu apapun yang dapat dipersepsi. Kita mampu melihat kebenarannya dari dalam. Baik dan buruk yang kita dengar dan kita lihat bukan berakar dari nilai yang ada saat ini yang menghilangkan sisi kemanusiaannya, tetapi bagaimana mampu melihat dan mendengar sesuatu yang baik atau buruk muncul dari kebenaran dan menjadi nilai yang mesti diikuti.
Kita selalu mengikuti nilai yang kadang kita tidak mengerti apa nilai itu, kebenaran apa yang ada dalam nilai itu, tetapi kita dapat menggunakan nilai itu untuk men-judgment sesuatu mengenai baik dan buruknya. Dengan pola yang sama kepercayaan kita pada Tuhan juga demikian. Kita dapat mengatakan bahwa kita percaya pada Tuhan tetapi kita tidak menemukan kebenaran-Nya bagaimana kepercayaan itu bekerja pada diri kita, sehingga pujaan kita menjadi mentah dan tidak berarti. Ketika kebenaran dapat kita dengar dan lihat maka penderitaan akan berakhir. Dan mantra di atas akan memiliki makna yang signifikan.
*penulis, Direktur indra Udayana Vedanta Community.
sumber : klik disini
Melihat dan Mendengar yang Baik
Oleh : I Gede Suwantana*
NusaBali – Rabu, 26 November 2008
Bhadram karnebhih srnuyaama devaa bhadram pasyemaaksabhir yajatraah
Sthirair angais tustuvamsas tanuubhir vyayema devahitam yad ayuh
(Rg.Veda 1.89.8 )
Ya Tuhan, semoga kami mampu mendengar apa yang baik dan Ilahi, semoga kami mampu melihat yang baik pula. Dan semoga dengan fisik yang sehat dan kuat mempersembahkan lagu kepada-Mu, kami menikmati hidup yang diberkati Tuhan.
SECARA intelek mantra di atas dapat dimengerti dengan mudah. Intelek kita seolah didukung oleh arti mantra tersebut, yakni mendengar dan melihat yang baik, juga menikmati hidup yang berkelimpahan atas rahmat-Nya. Namun kebaikan, kenikmatan atas apa yang kita dengar, kita lihat dan kita rasakan berakar dari keinginan. Intelek yang berakar pada keinginan akan mampu membedakan baik dan buruk secara ordinary saja dan sangat jauh dari pengertian mumuksutvam. Intelek yang berakar dari keinginan itu seperti pisau tumpul tidak mampu memotong secara tegas, sedangkan pikiran seorang mumuksu sangat tajam, hasil potongannya sangat jelas.
Intelek yang berakar pada keinginan hanya mampu membedakan sesuatu secara Iuarnya saja atas apa yang balk dan yang buruk, tetapi intelek seorang mumuksu mampu membedakan mana yang nyata dan yang tidak nyata. Intelek yang tumpul akan membedakan sesual seleranya sedangkan intelek yang tajam mampu membedakan berdasarkan eksistensinya.
Pikiran ordinary melihat mantra mi untuk memohon agar kita selalu melihat dan mendengar yang balk, yang enak, yang menyenangkan dan menolak mendengar dan melihat yang jelek, yang kurang sedap dan buruk. Pandangan ordinary menginginkan sesuatu yang balk itu menjadi lebih dan juga pada saat yang bersamaan ingin membuang sesuatu yang jelek dan tidak mengenakkan agar berkurang. Atas dasar inilah kits selalu memohon kepada Tuhan dengan mengucapkan mantra ini.
Tuhan menjamin bahwa siapapun memuja-Nya akan diselamatkan apapun yang menjadi miliknya dan diberikan apapun yang diinginkannya. Namun mengapa masih banyak orang menderita padahal mereka memuja Tuhan? Siapa yang salah? Apakah Tuhan tidak menepati janjinya, atau mantranya yang tidak manjur? Atau kita yang salah? Kita percaya bahwa Tuhan tidak pernah salah dan mantra yang kita ucapkan juga diwahyukan olehNya sehingga juga tidak pernah salah. Maka kesimpulannya kenapa masih ada penderitaan, itu karena kita yang keliru. Kita memberikan pengharapan dalam mantra itu dan ketika hasilnya tidak sesuai dengan harapan kita, maka penderitaan itu ada. Maka dari itu sepanjang kita memaknai mantra di atas berakar dari keinginan, maka sepanjang itu mantra di atas kehilangan
siddhinya.
Lalu apa yang kita lakukan? Kita harus mendekonstruksi makna itu di dalam diri kita.
“Semoga kita mendengar dan melihat yang baik” arti mantra di atas akan menjadi jelas apabila dilihat dari eksistensinya. Kita dapat melihat dan mendengar kebaikan yang eksis pada suatu apapun yang dapat dipersepsi. Kita mampu melihat kebenarannya dari dalam. Baik dan buruk yang kita dengar dan kita lihat bukan berakar dari nilai yang ada saat ini yang menghilangkan sisi kemanusiaannya, tetapi bagaimana mampu melihat dan mendengar sesuatu yang baik atau buruk muncul dari kebenaran dan menjadi nilai yang mesti diikuti.
Kita selalu mengikuti nilai yang kadang kita tidak mengerti apa nilai itu, kebenaran apa yang ada dalam nilai itu, tetapi kita dapat menggunakan nilai itu untuk men-judgment sesuatu mengenai baik dan buruknya. Dengan pola yang sama kepercayaan kita pada Tuhan juga demikian. Kita dapat mengatakan bahwa kita percaya pada Tuhan tetapi kita tidak menemukan kebenaran-Nya bagaimana kepercayaan itu bekerja pada diri kita, sehingga pujaan kita menjadi mentah dan tidak berarti. Ketika kebenaran dapat kita dengar dan lihat maka penderitaan akan berakhir. Dan mantra di atas akan memiliki makna yang signifikan.
*penulis, Direktur indra Udayana Vedanta Community.
sumber : klik disini
Melatih Diri untuk Menguatkan Hidup
Bali Post – Minggu, 18 Januari 2009.
Melatih Diri untuk Menguatkan Hidup Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
MENGHADAPI meningkatnya dinamika zaman pada era global dewasa ini sungguh tidak mudah. Sangat dibutuhkan peningkatan daya tahan diri agan tidak mudah goyah dan jatuh dalam menghadapi pasang surutnya zaman.
Ada empat hal yang hams terus-menerus dilatih untuk meningkatkan daya tahan diri agar tidak mudah tergoyahkan oleh dinamika zaman yang semakin fluktuatif ini. Melatih diri itu dinyatakan oleh Dr Naresh Bhatia dalam bukunya “Bertatap Muka dengan Tuhan”. Melatih diri secara terus-menerus itu dinyatakan oleh Dr Baresh Bhatia atas nasehat guru spiritualnya.
Empat hal itu adalah melatih kekuatan badan jasmani, melatih mental, melatih kecerdasan dan melatih kemampuan akal budhi agar dapat mencapai wiweka jnyana.
Badan jasmani perlu dilatih dengan membiasakan hidup teratur berdisiplin ketat. Jangan menggunakan badan melebih kemampuan daya dukungnya. Badan hendaknya selalu dipelihara dan dilatih agar senantiasa sehat dan segar.
Agar badan selalu sehat, salah satu caranya jangan makan sembarangan. Jangan makan berdasarkan selera lidah saja. Lidah boleh menikmati makanan enak, tetapi jangan sampai makan seenaknya. Dapatkanlah makanan dengan jalan dharma. Makanlah jenis makanan yang satvika ahara sebagaimana diajarkan dalam Bhagawad Gita. Makanlah jenis makanan yang sesuai dengan siklus tubuh alami. Waktu pagi siklus pembuangan, siang siklus pengolahan dan malam siklus pemanfaatan. Memakan jenis makanan sesuai dengan siklus tubuh makanan itu akan memberi manfaat maksimal pada kesehatan tubuh.
Demikian menurut teori Dr Harvy dalam bukunya “Hidup Sehat dan Bugar”.
Badan yang disebut sarira itu dibangun dan lima unsur yang disebut panca maha bhutaya itu zat padat, cair, panas, udara dan ether. Lima unsur itulah secara umum membangun badan jasmani. Lima unsur itulah yang membentuk tulang, otot, syaraf, darah dan kelenjar dan unsur yang lebih halus lainnya.
Menurut para yogi, wujud yang sangat halus dan semuanya itu adalah cakra. Semua unsur itu harus diberikan makan,minum dan dilatih setiap han agar berfungsi dengan sempurna. Melatihnya itu dengan olah raga untuk melenturkan otot dan syaraf secara teratur. Dengan yoga asana untuk menguatkan fungsi kelenjar dengan panca prana-nya. Sedangkan meditasi untuk menguatkan fungsi cakra menyeimbangkan semua unsur hidup dalam diri.
Memelihara dan melatih tubuh ini harus dilakukan dengan disiplin yang ketat (karmasiksana). Melatih mental dilakukan dengan meluaskan kesadaran rohani (satsila). Dengan meningkatkan keadaran rohani secara terus-menerus, jiwa akan menjadi semakin cerah.
Dengan jiwa yang cerah serta dengan keyakinan pada Tuhan sebagai “sutradara agung” kehidupan umat manusia, maka mental akan menjadi kuat menghadapi berbagai dinamika kehidupan. Suka dan duka akan diterima dengan sikap yang teguh (dhira) dan seimbang (sama). Tidak akan ada kejadian apapun di alam semesta ini tanpa seijin dan atas kesaksian Tuhan.
Latihlah setiap hari menguatkan keyakinan tersebut. Ada banyak metode untuk melatih katahanan mental ini. Melatih kecerdasan dengan rajin belajar membaca teori-teori, pandangan dan berbagai perluasan wawasan hidup. Upaya pemahaman teoritis itu dilanjutkan dengan rajin mengamati dan menganalisa berbagai persoalan dalam kehidupan empiris. Untuk melakukan hal itu, salah satu caranya dengan rajin membaca dan mengikuti sajian berbagai media secara kontinyu.
Semua itu untuk meningkatkan kemampuan wiweka jnyana yaitu kemampuan untuk membeda-bedakan mana yang baik dan mana buruk, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang patut dan mana yang tidak, mana yang wajar dan mana yang tidak, dan seterusnya.
Untuk hal ini, orang wajib melakukan upaya penguatan daya spiritualitas melalui kegiatan keagamaan sebagaimana yang tentera dalam kitab suci. Kitab suci Hindu memuat banyak jalan bagi setiap orang untuk memajukan kehidupan spiritualitasnya. Ajaran Hindu memuat berbagai petunjuk hidup untuk menguatkan dirinya sehingga hidup ini tidak dirasakan sebagai beban yang memberatkan.
Ajaran Hindu bukanlah ajaran yang membebani umatnya dengan sejumlah kewajiban yang memberatkan hidupnya. Ajaran Hindu justru memberikan kekuatan pada umat penganutnya agar mampu memikul berbagai beban hidup. Kalau ada umat yang merasa terbebani hidupnya oleh kewajiban-kewajiban agama, hal itu bukanlah salahnya ajaran agama. Umatlah yang kurang paham dalam memahami ajaran agama Hindu yang dianutnya.
Ajaran Hindu disabdakan oleh Tuhan bukan untuk membuat umat penganut menjadi semakin berat dan sulit dalam menjalankan kehidupan. Kalau benar dan tepat caranya umat memahami dan mengamalkan ajaran Hindu tersebut, justru akan menjadi hidup semakin cerah dan sehat lahir batin. Demikian juga dalam kebersamaannya umat akan semakin harmonis dan akan bersinengi secara dinamis dan produktif untuk memenuhi kebutuhan hidupnya lahir batin.
Umat tidak akan hidup kesepian dalam dunia namai. Dalam kebersamaan itu umat akan dapat memenuhi kebutuhan sosiologis dan psikologisnya. Dengan demikian umat akan dapat memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis dan kebutuhan filosofis secara seimbang dan berkesinambungan. Dengan menjadikan hidup ini sebagai proses untuk melatih empat hal itu secara terus-menerus dengan berdisiplin, maka umat akan tangguh menghadapi perjalanan zaman yang sangat dinamis ini.Mimbar Agama Hindu – Balipost.
Melatih Diri untuk Menguatkan Hidup Drs. I Ketut Wiana, M.Ag
MENGHADAPI meningkatnya dinamika zaman pada era global dewasa ini sungguh tidak mudah. Sangat dibutuhkan peningkatan daya tahan diri agan tidak mudah goyah dan jatuh dalam menghadapi pasang surutnya zaman.
Ada empat hal yang hams terus-menerus dilatih untuk meningkatkan daya tahan diri agar tidak mudah tergoyahkan oleh dinamika zaman yang semakin fluktuatif ini. Melatih diri itu dinyatakan oleh Dr Naresh Bhatia dalam bukunya “Bertatap Muka dengan Tuhan”. Melatih diri secara terus-menerus itu dinyatakan oleh Dr Baresh Bhatia atas nasehat guru spiritualnya.
Empat hal itu adalah melatih kekuatan badan jasmani, melatih mental, melatih kecerdasan dan melatih kemampuan akal budhi agar dapat mencapai wiweka jnyana.
Badan jasmani perlu dilatih dengan membiasakan hidup teratur berdisiplin ketat. Jangan menggunakan badan melebih kemampuan daya dukungnya. Badan hendaknya selalu dipelihara dan dilatih agar senantiasa sehat dan segar.
Agar badan selalu sehat, salah satu caranya jangan makan sembarangan. Jangan makan berdasarkan selera lidah saja. Lidah boleh menikmati makanan enak, tetapi jangan sampai makan seenaknya. Dapatkanlah makanan dengan jalan dharma. Makanlah jenis makanan yang satvika ahara sebagaimana diajarkan dalam Bhagawad Gita. Makanlah jenis makanan yang sesuai dengan siklus tubuh alami. Waktu pagi siklus pembuangan, siang siklus pengolahan dan malam siklus pemanfaatan. Memakan jenis makanan sesuai dengan siklus tubuh makanan itu akan memberi manfaat maksimal pada kesehatan tubuh.
Demikian menurut teori Dr Harvy dalam bukunya “Hidup Sehat dan Bugar”.
Badan yang disebut sarira itu dibangun dan lima unsur yang disebut panca maha bhutaya itu zat padat, cair, panas, udara dan ether. Lima unsur itulah secara umum membangun badan jasmani. Lima unsur itulah yang membentuk tulang, otot, syaraf, darah dan kelenjar dan unsur yang lebih halus lainnya.
Menurut para yogi, wujud yang sangat halus dan semuanya itu adalah cakra. Semua unsur itu harus diberikan makan,minum dan dilatih setiap han agar berfungsi dengan sempurna. Melatihnya itu dengan olah raga untuk melenturkan otot dan syaraf secara teratur. Dengan yoga asana untuk menguatkan fungsi kelenjar dengan panca prana-nya. Sedangkan meditasi untuk menguatkan fungsi cakra menyeimbangkan semua unsur hidup dalam diri.
Memelihara dan melatih tubuh ini harus dilakukan dengan disiplin yang ketat (karmasiksana). Melatih mental dilakukan dengan meluaskan kesadaran rohani (satsila). Dengan meningkatkan keadaran rohani secara terus-menerus, jiwa akan menjadi semakin cerah.
Dengan jiwa yang cerah serta dengan keyakinan pada Tuhan sebagai “sutradara agung” kehidupan umat manusia, maka mental akan menjadi kuat menghadapi berbagai dinamika kehidupan. Suka dan duka akan diterima dengan sikap yang teguh (dhira) dan seimbang (sama). Tidak akan ada kejadian apapun di alam semesta ini tanpa seijin dan atas kesaksian Tuhan.
Latihlah setiap hari menguatkan keyakinan tersebut. Ada banyak metode untuk melatih katahanan mental ini. Melatih kecerdasan dengan rajin belajar membaca teori-teori, pandangan dan berbagai perluasan wawasan hidup. Upaya pemahaman teoritis itu dilanjutkan dengan rajin mengamati dan menganalisa berbagai persoalan dalam kehidupan empiris. Untuk melakukan hal itu, salah satu caranya dengan rajin membaca dan mengikuti sajian berbagai media secara kontinyu.
Semua itu untuk meningkatkan kemampuan wiweka jnyana yaitu kemampuan untuk membeda-bedakan mana yang baik dan mana buruk, mana yang benar dan mana yang salah, mana yang patut dan mana yang tidak, mana yang wajar dan mana yang tidak, dan seterusnya.
Untuk hal ini, orang wajib melakukan upaya penguatan daya spiritualitas melalui kegiatan keagamaan sebagaimana yang tentera dalam kitab suci. Kitab suci Hindu memuat banyak jalan bagi setiap orang untuk memajukan kehidupan spiritualitasnya. Ajaran Hindu memuat berbagai petunjuk hidup untuk menguatkan dirinya sehingga hidup ini tidak dirasakan sebagai beban yang memberatkan.
Ajaran Hindu bukanlah ajaran yang membebani umatnya dengan sejumlah kewajiban yang memberatkan hidupnya. Ajaran Hindu justru memberikan kekuatan pada umat penganutnya agar mampu memikul berbagai beban hidup. Kalau ada umat yang merasa terbebani hidupnya oleh kewajiban-kewajiban agama, hal itu bukanlah salahnya ajaran agama. Umatlah yang kurang paham dalam memahami ajaran agama Hindu yang dianutnya.
Ajaran Hindu disabdakan oleh Tuhan bukan untuk membuat umat penganut menjadi semakin berat dan sulit dalam menjalankan kehidupan. Kalau benar dan tepat caranya umat memahami dan mengamalkan ajaran Hindu tersebut, justru akan menjadi hidup semakin cerah dan sehat lahir batin. Demikian juga dalam kebersamaannya umat akan semakin harmonis dan akan bersinengi secara dinamis dan produktif untuk memenuhi kebutuhan hidupnya lahir batin.
Umat tidak akan hidup kesepian dalam dunia namai. Dalam kebersamaan itu umat akan dapat memenuhi kebutuhan sosiologis dan psikologisnya. Dengan demikian umat akan dapat memenuhi kebutuhan biologis, sosiologis dan kebutuhan filosofis secara seimbang dan berkesinambungan. Dengan menjadikan hidup ini sebagai proses untuk melatih empat hal itu secara terus-menerus dengan berdisiplin, maka umat akan tangguh menghadapi perjalanan zaman yang sangat dinamis ini.Mimbar Agama Hindu – Balipost.
MANTRA DAN YANTRA
MANTRA DAN YANTRA
Memahami Pelaksanaan Yajna di Bali
oleh : IBG. Agastia
Dalam Studi singkatnya tentang Pancayajna di India dan Bali (Pancayajnas in India and Bali, 1975, Dr. C. hooykaas) telah membuat studi perbandingan tentang dewayajna, Pitrayajna, manusayajna dan bhutayajna antara India dan Bali dengan mengambil bahan sumber tertulis dan tradisi yang berlangsung. Hoykaas melihat esensi pelaksanaan yajna tersebut tetap sama.
MANTRA DAN YANTRA
Memahami Pelaksanaan Yajna di Bali
oleh : IBG. Agastia
Dalam Studi singkatnya tentang Pancayajna di India dan Bali (Pancayajnas in India and Bali, 1975, Dr. C. hooykaas) telah membuat studi perbandingan tentang dewayajna, Pitrayajna, manusayajna dan bhutayajna antara India dan Bali dengan mengambil bahan sumber tertulis dan tradisi yang berlangsung. Hoykaas melihat esensi pelaksanaan yajna tersebut tetap sama.
Yajna berasal dari bahasa Sansekerta, terbentuk dan akar kata yaj berarti memuja, menyembah. Pemujaan atau penyembahan tersebut ditumbuhkan untuk mencangkup aspek-aspek kehidupan yang beragam serta aksistensi kehidupan sebagai suatu kesatuan. Secara sepintas yajna terlihat sebagai suatu ritualistik, tetapi sesungguhnya di dalamnya terkandung aspek sosiologis, kosmologis dan religio-filosofis.
Lewat Gita dapat kita ketahui ada Yajna-Purusa, mahluk tertinggi yang bertindak sebagai penguasa yajna. Awalnya Prajapati-Brahma, Tuhan sebagai pencipta diidentifikasikan sebagai penguasa yajna. Namun kemudian Beliau yang meresapi semuanya menjadi yajneswara, yajna bhrit, yajna bhawana, yajna bhoktra, dan sebagainya. Dialah yang menenima semua kewajiban dalam semua yadjna di seluruh jagat (Gita, V. 29; IX.23). Maka kemudian timbul kesadaran. bahwa manusia harus melaksanakan yajna, karena yajna-cakra adalah hukum kesemestaan yang tak dapat dihindari oleh manusia. Tanpa melaksanakan yajna, manusia hidup sia-sia.
Selanjutnya untuk masyarakat luas dirumuskan adanya panca mahayajna terdiri atas dewayajna, pitrayajna, resiyajna, manusa yajna dan bhuta yajna. Pancamahayajna tersebut sesungguh-nya adalah sebuah kesatuan, muncul dari pemikiran tentang kesatuan semesta. Alam semesta adalah satu kesatuan dan saling bergantung satu sama lain. Tidak ada benda mengada sebagai eksistensi yang terpisah dari yang lain. Setiap orang bergantung pada yang lain atas kelahiran fisik, eksistensi, pengetahuan dan kebudayaan dan keperluan lainnya. Setiap orang dihubungkan dengan Realitas Tertinggi yang satu dan sama. Tak ubahnya dengan gelombang-gelombang ombak dengan samudera. Jadi, setiap orang pada dasarnya berhutang budi pada yang lainnya dalam cara yang berbeda. Adalah wajib bagi siapa saja untuk membayar utang (Rna) kepada yang lain. Hutang-hutang tersebut adalah dewarna, pitrarna, resirna, manusarna dan bhutarna. Panca Rna inilah melahirkan pancamaha yajna.
Begitu sentralnya kedudukan yajna dalam agama Hindu, sehingga banyak hal berhubungan dengan yajna seperti tapa, japa, mantra, mudra, yatra, acara, upakara, diwasa dan yang lainnya. Demikian pula dengan yoga, dan sang muput yajna sebagai seorang yogi. Hubungan satu dengan yang lainnya diuraikan secara ringkas berikut ini.
YAJNA: Mantra dan Yantra
Dr. .R. Cons dalam disertsinya secara luas membahas kitab Bhuwanakosa, yang disebutkan sebagai tulisan teologi yang paling tua ditemui dalam tradisi jaya Kuna, memuat sloka-sloka Sansekerta, yang kemudian disimpan dan dipelajari oleh para pandita di Bali. Goris juga menjelaskan bahwa sejauh ini tulisan-tulisan teologi yang muncul kemudian, mengambil bahannya dan karya tertua bersifat Siwa-siddhanta tersebut.
Menurut Bhuwanakosa uraian penghargaan dan yang terendah sampai yang tertinggi adalah: arcana, mudra, mantra, kutamantra, dan pranawa. Dalam pelaksanaan yajna semuanya merupakan sebuah kesatuan.
Yang dimaksud arcana di sini adalah berbagai bentuk simbol-simbol keagamaan, termasuk upakara (banten) dan juga yantra. Yantra umumnya berarti alat untuk melakukan pemusatan pikiran, dapat berbentuk pratima atau mandala. Yantra dapat berbentuk diagram, dilukis atau dipahatkan di atas logam, kertas atau benda-benda lain yang disucikan. Yantra secara simbolik adalah tempat mensthanakan Tuhan Yang Maha Kuasa. Bagi seorang pemuja Saraswati aksara atau lontar/kitab adalah yantra. Di tempat lain daksina (banten daksina), atau catur (banten catur) adalah yantra. maka Yantra adalah alat sejauh itu berguna sebagai obyek untuk memusatkan pikiran, tetapi sekaligus juga dapat menerima turuninya Dewa yang dipuja.
Mudra berasal dari akar kata mud berarti “membuat senang”. Mudra diyakini membuat Dewata yang dipuja senang. Terdapat 108 mudra, 55 di antaranya yang biasa digunakan. Mudra yang dimaksudkan disini adalah sikap-sikap ketika memuja, dilakukan dengan posisi tangan dan jari-jari tertentu, termasuk sikap badan seperti dalam latihan yoga. Matsya mudra misalnya dilakukan ketika mempersembahkan Arghya, yaitu dengan meletakkan tangan kanan di punggung tangan kiri lalu direntangkan, seperti sirip kedua ibu jari, dan sungu yang berisi air diandaikan samudera lengkap dengan ikan-ikan di dalamnya. Di samping untuk menyenangkan Dewata, mudra juga diyakini dapat memberikan siddhi, dan pelaksanaannya dapat memberikan keuntungan bagi tubuh seperti kestabilan, kekuatan dan penyembuhan penyakit. Mudra adalah hal yang sangat penting bagi para sulinggih di Bali dalam pelaksanaan yajna (Kat Angelo, Mudra’s on Bali, 1992).
Setelah mudra kita masuk ke dalam hal yang sangat penting yaitu mantra, kuta-mantra dan pranawa mantra. Mantra yang disusun dengan aksara-aksara tertentu, diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu bentuk bunyi, sedangkan aksara-aksara itu sebagai perlambang dari bunyi tersebut. Untuk menghasilkan pengaruh yang dikehendaki, mantra harus disuarakan dengan cara yang tepat, sesuai dengan swara (ritme) dan warna (bunyi). Mantra itu mungkin jelas dan mungkin tidak jelas artinya. Kuta-mantra atau wija-mantra, misalnya Hrang, Hring Sah, tidak mempunyai arti dalam bahasa sehari-hari. Tetapi mereka yang sudah menerima inisiasi mantra mengetahui bahwa artinya terkandung dalam perwujudarmya itu sendiri (swa-rupa) yang adalah perwujudan Dewata yang dipuja. Untuk memahami hal ini terlebih dahulu kita harus memahami proses lahirnya mantra atau wijamantra itu sendiri.
Seperti halnya antariksa gelombang bunyi dihasilkan oleh gerakan-gerakan udara (wayu), karena itu di dalam rongga tubuh yang menyelubungi jiwa gelombang bunyi dihasilkan oleh gerakan-gerakan pranawayu dan proses menarik dan mengelurkan nafas. Shabda pertama kali muncul di muladhara-cakra dalam tubuh. Bunyi yang teramat lembut yang pertama kali muncul di dalam Muladhara disebut para, berkurang kelembutannya ketika sudah sampai di sanubari yang dikenal dengan pasyanti. Ketika mencapai buddhi, bunyi itu sudah menjadi lebih kasar lagi disebut Madhyama. Akhirnya sampai kepada wujudnya yang kasar, keluar melalui mulut sebagai waikhari. Substansi semua mantra adalah Cit, dengan perwujudan luarnya sebagai bunyi, aksara, kata-kata. Maka aksara itu sesungguhnya adalah yantra dan aksara atau Brahman yang tak termusnahkan.
Beberapa proses harus dilakukan sebelum mantra itu dapat diucapkan, seperti penyucian mulut (mukha soddhana), penyucian lidah (jihwasoddhana), penyucian terhadap mantra itu sendiri (ashaucabhanga) dan lain-lain. Yang intinya segalanya dalam suasana penuh kesucian.
Pranawa mantra adalah OM, yang merupakan intisari dari semua mantra. Dan OM inilah merupakan intisari bentuk yajna atau pemujaan. Om disthanakan oleh para sadhaka di dalam sari alam semesta dalam wujud ghreta (susu), taila (biji-bijian, benih) dan madhu (madu). Bentuk-bentuk upakara yang lain yang bahannya diambil dari isi jagat (isin pasih, isin tukad, isin danu, isin alas dsb) yang kemudian dijadikan yantra, dimaksudkan untuk dihidupkan, ditegakkan dan dirahayukan kembali (winangun urip, panyegjeg jagat, bhuta hita, jagathita, sarwaprani hita).
YAJNYA : YOGA DAN YOGI
Uraian singkat di atas telah menyiratkan bahwa pelaksanaan yajna atau pemujaan sesungguhnya adalah proses yoga. Mantra dan yantra misalnya adalah jalan bagi seseorang yogi untuk mencapai tujuan yoganya.
Menurut ajaran yoga tantris, sifat imanensi yang mutlak dalam semesta alarn dan dalam diri manusia sebagai bagian dan semesta alam, dapat dibedakan menjadi tiga bentuk: niskala (immaterial), Sakala-niskala (materialimmaterial) dan sakala (material) Niskala dipakai dengan bentuknya sebagai hakikat terdalam segala sesuatu. Dalam kaitannya dengan yoga, niskala berarti lubuk hati seseorang, jiwanya yang paling dalam. Yang mutlak bersifat sekala-niskala bila mulai terwujud dalam hati seorang yogi, materialisasinya mencapai puncaknya, bila dalam keadaan sekala yang mutlak menjadi objek pencerepan (persepsi) panca indera, misalnya bersemayam atau bersthana (supratistham pinratistha) di dalam sebuah benda yang disucikan (yantra). Dengan mengadakan konsentrasi terus-menerus seorang yogi seolah-olah menghimbau yang Mutlak untuk meninggalkan keadaan niskala-nya sehingga menampakkan diri di hadapan mata batin dalam keadaan sakala-niskala sambil bersemanyam di hati seorang yogi. Sang yogi lalu menarik Yang Mutlak ke atas, meninggalkan tubuhnya lewat Siwadwara (sahasrapadma : bunga padma berkelopak seribu), yang berada di dalam kepala, lalu menghimbau Yang Mutlak bersthana di suatu benda atau tempat suci. Obyek ini lalu menjadi sarana untuk mengadakan kontak dengan Yang Mutlak dalam keadaan yang Skala, yang telah disthanakan di dalam Padmasana, sanggartawang dan lain-lain.
Praktek yoga seperti inilah yang dilaksanakan oleh para seulinggih, tepatnya para sadhaka. Maka seorang sadhaka adalah beliau yang, melaksanakan sadhana. Di Bali sasana yang dipakai landasan disebut juga dalam Wrehaspatitattwa, Tattwa jnana, Jnan sidhanta dan lain. Antara lain diuraikan ajaran asthanggayoga terdiri atas Yama, Nyama, Asana Pranayama, Pratihara, Dharma, Dhyana, dan Samadhi.
Jelasnya seorang Sadhaka yang biasanya memimpin yajna adalah seorang Wrati, beliau yang melaksanakan Wrata (brata). Brata banyak sekali jenisnya, diantaranya yang penting misalnya ialah yang dilakukan pada han Siwaratri, terdiri atas Upawasa, Mona dan Jagra. Brata diyakini akan menghasilkan punya (kekuatan positip, dan dapat melenyapkan papa (kesengsaraan).
Dengan demikian aktifitas yajna sesungguhnya adalah praktik yoga. Yajna dilaksanakan pada hari suci (subha diwasa) misalnya pada hari Tilem, Purnama; dilaksanakan pada suatu tempat terpilih (tempat suci). Maka aktifitas yajna adalah sebuah totalitas kesemestaan.
SAT CIT ANANDA
Yajna merupakn basis kehidupan yang antara lain menjadi sumber inspirasi dan kreatifitas umat Hindu. Maka yajna memberi kekuatan hidup; pikiran-pikiran segar dan suci senantiasa diperlukan dalam setiap kehidupan, pada setiap zaman.
Pelaksanäan yajna ditentukan juga oleh ruang dan waktu (desa-kala) lalu menyadarkan manusia (patra) tentang posisinya di alam semesta alam raya ini, serta hakikat dirinya yang merupakan putra Sang Abadi (Amretsyah Putrah). Manusia dengan demikian membangun sifat tyaga (ikhlas) dalam diri, melakukan pengorbanan bagi kerahayuan masyarakat luas, dan untuk mencapai tujuan kehidupan yaitu Sat Cit Anandam.
Yadnya adalah jalan kesucian, karena dengan melaksanakan yajna sesungguhnya manusia menyucikan dirinya, dan menyadari bahwa hakikat dirinya adalah suci. Oleh karena itu tapa, yajna, kirti dan yoga yang merupakan jalan kesucian mendapat tempat yang sangat mulia dalam agama Hindu. [WHD No. 516 Desember 2009].
sumber :klik disini
Memahami Pelaksanaan Yajna di Bali
oleh : IBG. Agastia
Dalam Studi singkatnya tentang Pancayajna di India dan Bali (Pancayajnas in India and Bali, 1975, Dr. C. hooykaas) telah membuat studi perbandingan tentang dewayajna, Pitrayajna, manusayajna dan bhutayajna antara India dan Bali dengan mengambil bahan sumber tertulis dan tradisi yang berlangsung. Hoykaas melihat esensi pelaksanaan yajna tersebut tetap sama.
MANTRA DAN YANTRA
Memahami Pelaksanaan Yajna di Bali
oleh : IBG. Agastia
Dalam Studi singkatnya tentang Pancayajna di India dan Bali (Pancayajnas in India and Bali, 1975, Dr. C. hooykaas) telah membuat studi perbandingan tentang dewayajna, Pitrayajna, manusayajna dan bhutayajna antara India dan Bali dengan mengambil bahan sumber tertulis dan tradisi yang berlangsung. Hoykaas melihat esensi pelaksanaan yajna tersebut tetap sama.
Yajna berasal dari bahasa Sansekerta, terbentuk dan akar kata yaj berarti memuja, menyembah. Pemujaan atau penyembahan tersebut ditumbuhkan untuk mencangkup aspek-aspek kehidupan yang beragam serta aksistensi kehidupan sebagai suatu kesatuan. Secara sepintas yajna terlihat sebagai suatu ritualistik, tetapi sesungguhnya di dalamnya terkandung aspek sosiologis, kosmologis dan religio-filosofis.
Lewat Gita dapat kita ketahui ada Yajna-Purusa, mahluk tertinggi yang bertindak sebagai penguasa yajna. Awalnya Prajapati-Brahma, Tuhan sebagai pencipta diidentifikasikan sebagai penguasa yajna. Namun kemudian Beliau yang meresapi semuanya menjadi yajneswara, yajna bhrit, yajna bhawana, yajna bhoktra, dan sebagainya. Dialah yang menenima semua kewajiban dalam semua yadjna di seluruh jagat (Gita, V. 29; IX.23). Maka kemudian timbul kesadaran. bahwa manusia harus melaksanakan yajna, karena yajna-cakra adalah hukum kesemestaan yang tak dapat dihindari oleh manusia. Tanpa melaksanakan yajna, manusia hidup sia-sia.
Selanjutnya untuk masyarakat luas dirumuskan adanya panca mahayajna terdiri atas dewayajna, pitrayajna, resiyajna, manusa yajna dan bhuta yajna. Pancamahayajna tersebut sesungguh-nya adalah sebuah kesatuan, muncul dari pemikiran tentang kesatuan semesta. Alam semesta adalah satu kesatuan dan saling bergantung satu sama lain. Tidak ada benda mengada sebagai eksistensi yang terpisah dari yang lain. Setiap orang bergantung pada yang lain atas kelahiran fisik, eksistensi, pengetahuan dan kebudayaan dan keperluan lainnya. Setiap orang dihubungkan dengan Realitas Tertinggi yang satu dan sama. Tak ubahnya dengan gelombang-gelombang ombak dengan samudera. Jadi, setiap orang pada dasarnya berhutang budi pada yang lainnya dalam cara yang berbeda. Adalah wajib bagi siapa saja untuk membayar utang (Rna) kepada yang lain. Hutang-hutang tersebut adalah dewarna, pitrarna, resirna, manusarna dan bhutarna. Panca Rna inilah melahirkan pancamaha yajna.
Begitu sentralnya kedudukan yajna dalam agama Hindu, sehingga banyak hal berhubungan dengan yajna seperti tapa, japa, mantra, mudra, yatra, acara, upakara, diwasa dan yang lainnya. Demikian pula dengan yoga, dan sang muput yajna sebagai seorang yogi. Hubungan satu dengan yang lainnya diuraikan secara ringkas berikut ini.
YAJNA: Mantra dan Yantra
Dr. .R. Cons dalam disertsinya secara luas membahas kitab Bhuwanakosa, yang disebutkan sebagai tulisan teologi yang paling tua ditemui dalam tradisi jaya Kuna, memuat sloka-sloka Sansekerta, yang kemudian disimpan dan dipelajari oleh para pandita di Bali. Goris juga menjelaskan bahwa sejauh ini tulisan-tulisan teologi yang muncul kemudian, mengambil bahannya dan karya tertua bersifat Siwa-siddhanta tersebut.
Menurut Bhuwanakosa uraian penghargaan dan yang terendah sampai yang tertinggi adalah: arcana, mudra, mantra, kutamantra, dan pranawa. Dalam pelaksanaan yajna semuanya merupakan sebuah kesatuan.
Yang dimaksud arcana di sini adalah berbagai bentuk simbol-simbol keagamaan, termasuk upakara (banten) dan juga yantra. Yantra umumnya berarti alat untuk melakukan pemusatan pikiran, dapat berbentuk pratima atau mandala. Yantra dapat berbentuk diagram, dilukis atau dipahatkan di atas logam, kertas atau benda-benda lain yang disucikan. Yantra secara simbolik adalah tempat mensthanakan Tuhan Yang Maha Kuasa. Bagi seorang pemuja Saraswati aksara atau lontar/kitab adalah yantra. Di tempat lain daksina (banten daksina), atau catur (banten catur) adalah yantra. maka Yantra adalah alat sejauh itu berguna sebagai obyek untuk memusatkan pikiran, tetapi sekaligus juga dapat menerima turuninya Dewa yang dipuja.
Mudra berasal dari akar kata mud berarti “membuat senang”. Mudra diyakini membuat Dewata yang dipuja senang. Terdapat 108 mudra, 55 di antaranya yang biasa digunakan. Mudra yang dimaksudkan disini adalah sikap-sikap ketika memuja, dilakukan dengan posisi tangan dan jari-jari tertentu, termasuk sikap badan seperti dalam latihan yoga. Matsya mudra misalnya dilakukan ketika mempersembahkan Arghya, yaitu dengan meletakkan tangan kanan di punggung tangan kiri lalu direntangkan, seperti sirip kedua ibu jari, dan sungu yang berisi air diandaikan samudera lengkap dengan ikan-ikan di dalamnya. Di samping untuk menyenangkan Dewata, mudra juga diyakini dapat memberikan siddhi, dan pelaksanaannya dapat memberikan keuntungan bagi tubuh seperti kestabilan, kekuatan dan penyembuhan penyakit. Mudra adalah hal yang sangat penting bagi para sulinggih di Bali dalam pelaksanaan yajna (Kat Angelo, Mudra’s on Bali, 1992).
Setelah mudra kita masuk ke dalam hal yang sangat penting yaitu mantra, kuta-mantra dan pranawa mantra. Mantra yang disusun dengan aksara-aksara tertentu, diatur sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu bentuk bunyi, sedangkan aksara-aksara itu sebagai perlambang dari bunyi tersebut. Untuk menghasilkan pengaruh yang dikehendaki, mantra harus disuarakan dengan cara yang tepat, sesuai dengan swara (ritme) dan warna (bunyi). Mantra itu mungkin jelas dan mungkin tidak jelas artinya. Kuta-mantra atau wija-mantra, misalnya Hrang, Hring Sah, tidak mempunyai arti dalam bahasa sehari-hari. Tetapi mereka yang sudah menerima inisiasi mantra mengetahui bahwa artinya terkandung dalam perwujudarmya itu sendiri (swa-rupa) yang adalah perwujudan Dewata yang dipuja. Untuk memahami hal ini terlebih dahulu kita harus memahami proses lahirnya mantra atau wijamantra itu sendiri.
Seperti halnya antariksa gelombang bunyi dihasilkan oleh gerakan-gerakan udara (wayu), karena itu di dalam rongga tubuh yang menyelubungi jiwa gelombang bunyi dihasilkan oleh gerakan-gerakan pranawayu dan proses menarik dan mengelurkan nafas. Shabda pertama kali muncul di muladhara-cakra dalam tubuh. Bunyi yang teramat lembut yang pertama kali muncul di dalam Muladhara disebut para, berkurang kelembutannya ketika sudah sampai di sanubari yang dikenal dengan pasyanti. Ketika mencapai buddhi, bunyi itu sudah menjadi lebih kasar lagi disebut Madhyama. Akhirnya sampai kepada wujudnya yang kasar, keluar melalui mulut sebagai waikhari. Substansi semua mantra adalah Cit, dengan perwujudan luarnya sebagai bunyi, aksara, kata-kata. Maka aksara itu sesungguhnya adalah yantra dan aksara atau Brahman yang tak termusnahkan.
Beberapa proses harus dilakukan sebelum mantra itu dapat diucapkan, seperti penyucian mulut (mukha soddhana), penyucian lidah (jihwasoddhana), penyucian terhadap mantra itu sendiri (ashaucabhanga) dan lain-lain. Yang intinya segalanya dalam suasana penuh kesucian.
Pranawa mantra adalah OM, yang merupakan intisari dari semua mantra. Dan OM inilah merupakan intisari bentuk yajna atau pemujaan. Om disthanakan oleh para sadhaka di dalam sari alam semesta dalam wujud ghreta (susu), taila (biji-bijian, benih) dan madhu (madu). Bentuk-bentuk upakara yang lain yang bahannya diambil dari isi jagat (isin pasih, isin tukad, isin danu, isin alas dsb) yang kemudian dijadikan yantra, dimaksudkan untuk dihidupkan, ditegakkan dan dirahayukan kembali (winangun urip, panyegjeg jagat, bhuta hita, jagathita, sarwaprani hita).
YAJNYA : YOGA DAN YOGI
Uraian singkat di atas telah menyiratkan bahwa pelaksanaan yajna atau pemujaan sesungguhnya adalah proses yoga. Mantra dan yantra misalnya adalah jalan bagi seseorang yogi untuk mencapai tujuan yoganya.
Menurut ajaran yoga tantris, sifat imanensi yang mutlak dalam semesta alarn dan dalam diri manusia sebagai bagian dan semesta alam, dapat dibedakan menjadi tiga bentuk: niskala (immaterial), Sakala-niskala (materialimmaterial) dan sakala (material) Niskala dipakai dengan bentuknya sebagai hakikat terdalam segala sesuatu. Dalam kaitannya dengan yoga, niskala berarti lubuk hati seseorang, jiwanya yang paling dalam. Yang mutlak bersifat sekala-niskala bila mulai terwujud dalam hati seorang yogi, materialisasinya mencapai puncaknya, bila dalam keadaan sekala yang mutlak menjadi objek pencerepan (persepsi) panca indera, misalnya bersemayam atau bersthana (supratistham pinratistha) di dalam sebuah benda yang disucikan (yantra). Dengan mengadakan konsentrasi terus-menerus seorang yogi seolah-olah menghimbau yang Mutlak untuk meninggalkan keadaan niskala-nya sehingga menampakkan diri di hadapan mata batin dalam keadaan sakala-niskala sambil bersemanyam di hati seorang yogi. Sang yogi lalu menarik Yang Mutlak ke atas, meninggalkan tubuhnya lewat Siwadwara (sahasrapadma : bunga padma berkelopak seribu), yang berada di dalam kepala, lalu menghimbau Yang Mutlak bersthana di suatu benda atau tempat suci. Obyek ini lalu menjadi sarana untuk mengadakan kontak dengan Yang Mutlak dalam keadaan yang Skala, yang telah disthanakan di dalam Padmasana, sanggartawang dan lain-lain.
Praktek yoga seperti inilah yang dilaksanakan oleh para seulinggih, tepatnya para sadhaka. Maka seorang sadhaka adalah beliau yang, melaksanakan sadhana. Di Bali sasana yang dipakai landasan disebut juga dalam Wrehaspatitattwa, Tattwa jnana, Jnan sidhanta dan lain. Antara lain diuraikan ajaran asthanggayoga terdiri atas Yama, Nyama, Asana Pranayama, Pratihara, Dharma, Dhyana, dan Samadhi.
Jelasnya seorang Sadhaka yang biasanya memimpin yajna adalah seorang Wrati, beliau yang melaksanakan Wrata (brata). Brata banyak sekali jenisnya, diantaranya yang penting misalnya ialah yang dilakukan pada han Siwaratri, terdiri atas Upawasa, Mona dan Jagra. Brata diyakini akan menghasilkan punya (kekuatan positip, dan dapat melenyapkan papa (kesengsaraan).
Dengan demikian aktifitas yajna sesungguhnya adalah praktik yoga. Yajna dilaksanakan pada hari suci (subha diwasa) misalnya pada hari Tilem, Purnama; dilaksanakan pada suatu tempat terpilih (tempat suci). Maka aktifitas yajna adalah sebuah totalitas kesemestaan.
SAT CIT ANANDA
Yajna merupakn basis kehidupan yang antara lain menjadi sumber inspirasi dan kreatifitas umat Hindu. Maka yajna memberi kekuatan hidup; pikiran-pikiran segar dan suci senantiasa diperlukan dalam setiap kehidupan, pada setiap zaman.
Pelaksanäan yajna ditentukan juga oleh ruang dan waktu (desa-kala) lalu menyadarkan manusia (patra) tentang posisinya di alam semesta alam raya ini, serta hakikat dirinya yang merupakan putra Sang Abadi (Amretsyah Putrah). Manusia dengan demikian membangun sifat tyaga (ikhlas) dalam diri, melakukan pengorbanan bagi kerahayuan masyarakat luas, dan untuk mencapai tujuan kehidupan yaitu Sat Cit Anandam.
Yadnya adalah jalan kesucian, karena dengan melaksanakan yajna sesungguhnya manusia menyucikan dirinya, dan menyadari bahwa hakikat dirinya adalah suci. Oleh karena itu tapa, yajna, kirti dan yoga yang merupakan jalan kesucian mendapat tempat yang sangat mulia dalam agama Hindu. [WHD No. 516 Desember 2009].
sumber :klik disini
Kamis, 27 Oktober 2011
Doa Mendengar atau Melayat Orang Meninggal Dunia
Om swargantu, moksantu, sunyantu,murcantu.
Om ksama sampurnaya namah swaha.
Om ksama sampurnaya namah swaha.
Rabu, 26 Oktober 2011
Doa menutup rapat/pertemuan
Om anugraha manoharam,
devadatta nugrahaka,
arcanam sarwa pujanam,
namah saarwa nugrahaka,
Om ksama swamam jagadnatha,
sarwa papa hitankarah,
sarwa karya sidham dehi
pranamya suryeswaram
Om Santih, Santih, Santih, Om.
devadatta nugrahaka,
arcanam sarwa pujanam,
namah saarwa nugrahaka,
Om ksama swamam jagadnatha,
sarwa papa hitankarah,
sarwa karya sidham dehi
pranamya suryeswaram
Om Santih, Santih, Santih, Om.
Doa Mohon Ampun Dalam Segala Dosa
Om Asato mà sadyamaya
tamaso mà jyotir gamaya
mrtyor mà amrtam gamaya,
Om agne brahma grbhniswa
dharunama syanta riksam drdvamha
brahrnawanitwa ksatrawahi sajàta
wanyu dadhami bhratrwyasya wadhyàya.
sumber : klik disini
tamaso mà jyotir gamaya
mrtyor mà amrtam gamaya,
Om agne brahma grbhniswa
dharunama syanta riksam drdvamha
brahrnawanitwa ksatrawahi sajàta
wanyu dadhami bhratrwyasya wadhyàya.
sumber : klik disini
Doa Mohon Bimbingan dari Tuhan
Om Asato mà sadyamaya
tamaso mà jyotir gamaya
mrtyor mà amrtam gamaya,
Om agne brahma grbhniswa
dharunama syanta riksam drdvamha
brahrnawanitwa ksatrawahi sajàta
wanyu dadhami bhratrwyasya wadhyàya.
tamaso mà jyotir gamaya
mrtyor mà amrtam gamaya,
Om agne brahma grbhniswa
dharunama syanta riksam drdvamha
brahrnawanitwa ksatrawahi sajàta
wanyu dadhami bhratrwyasya wadhyàya.
Doa Saat Menghadapi Makanan
Om hiranyagarbhah samawartatagre
bhùtasya jàtah patireka àsit
sadàdhara pritiwim dyam utemam
kasmai dewàya hawisa widhema
Om pùrnam adah purnamidam
pùrnàt purnam udacyate
pùrnasya purnam àdàya
pùrnamewawasisyate
Doa di atas baik untuk makan bersama, misalnya, pesta atau istirahat
makan dalam suatu pertemuan. Jika sendirian bisa mengucapkan doa pendek ini yang diambil dari kitab suci Yajurveda:
Om annapate annasya
no dehyanmiwasya susminah
pra-pra dàtàram tàris ùrjam
no dhehi dwipade catuspade
bhùtasya jàtah patireka àsit
sadàdhara pritiwim dyam utemam
kasmai dewàya hawisa widhema
Om pùrnam adah purnamidam
pùrnàt purnam udacyate
pùrnasya purnam àdàya
pùrnamewawasisyate
Doa di atas baik untuk makan bersama, misalnya, pesta atau istirahat
makan dalam suatu pertemuan. Jika sendirian bisa mengucapkan doa pendek ini yang diambil dari kitab suci Yajurveda:
Om annapate annasya
no dehyanmiwasya susminah
pra-pra dàtàram tàris ùrjam
no dhehi dwipade catuspade
Doa mandi dan Membersihkan kaki
Doa mandi :
Om Ganggà amrta sarira sudhamàm swàha.
Om Sarira parisudhamàm swàha.
Dapat pula dengan mantram ini:
Om gangge ca yamune caiwa
godawari saraswati
narmade sindhù kaweri
jale smin sannidhim kuru
Doa membersihkan kaki :
Om Am kham khasolkhàya iswaràya namah swàha.
sumber :klik disini
Om Ganggà amrta sarira sudhamàm swàha.
Om Sarira parisudhamàm swàha.
Dapat pula dengan mantram ini:
Om gangge ca yamune caiwa
godawari saraswati
narmade sindhù kaweri
jale smin sannidhim kuru
Doa membersihkan kaki :
Om Am kham khasolkhàya iswaràya namah swàha.
sumber :klik disini
Doa Mencuci Muka dan Menggosok Gigi
Doa membersihkan/mencuci muka :
Om Cam camàni ya namah swàha.
Om waktra parisudahaya namah swàha.
Doa menggosok gigi :
Om rahphat astràya namah.
Om Sri Dewi Bhatrimsa Yogini namah.
sumber :klik disini
Om Cam camàni ya namah swàha.
Om waktra parisudahaya namah swàha.
Doa menggosok gigi :
Om rahphat astràya namah.
Om Sri Dewi Bhatrimsa Yogini namah.
sumber :klik disini
Selasa, 25 Oktober 2011
Doa Bangun Pagi
Doa bangun pagi :
Om Utedànim bhagawantah syàmota
prapitwa uta mandhye ahnam
utodità maghawanta sùryasya wayam
dewànàm sumantau syàma.
(Ya Tuhan Yang Maha Pemurah, jadikanlah hamba orang yang selalubernasib baik pada hari ini, menjelang tengah hari, dan seterusnya. Semogapara Dewa melindungi diri hamba.)
Sumber :klik disini
Om Utedànim bhagawantah syàmota
prapitwa uta mandhye ahnam
utodità maghawanta sùryasya wayam
dewànàm sumantau syàma.
(Ya Tuhan Yang Maha Pemurah, jadikanlah hamba orang yang selalubernasib baik pada hari ini, menjelang tengah hari, dan seterusnya. Semogapara Dewa melindungi diri hamba.)
Sumber :klik disini
Doa Menjelang tidur
Ini adalah doa kita seblum tidur
Doa menjelang tidur :
Om asato mà sat ganaya,
tamaso mà jayatir ganaya,
mrityor màmritam gamaya.
(Ya Tuhan tuntunlah hamba dari jalan yang sesat menuju jalan yang benar,dari jalan gelap ke jalan terang, hindarkanlah hamba dari kematian menuju kehidupan abadi.)
sumber :klik disini
Doa menjelang tidur :
Om asato mà sat ganaya,
tamaso mà jayatir ganaya,
mrityor màmritam gamaya.
(Ya Tuhan tuntunlah hamba dari jalan yang sesat menuju jalan yang benar,dari jalan gelap ke jalan terang, hindarkanlah hamba dari kematian menuju kehidupan abadi.)
sumber :klik disini
Kramaning Sembah (Panca Sembah)
Urutan sembahyang ini sama saja, baik dipimpin oleh pinandita atau pemangku, maupun bersembahyang sendirian. Cuma, jika dipimpin pinandita yang sudah melakukan dwijati, ada kemungkinan mantramnya lebih panjang. Kalau hafal bisa diikuti, tetapi kalau tidak hafal sebaiknya lakukan mantram-mantram pendek sebagai berikut:
Dengan tangan kosong (sembah puyung). Cakupkan tangan kosong dan pusatkan pikiran dan ucapkan mantram ini:
Om àtmà tattwàtmà sùddha màm swàha
Artinya: Ya Tuhan, atma atau jiwa dan kebenaran, bersihkanlah hamba.
Sembahyang dengan bunga, ditujukan kepada Hyang Widhi dalam wujudNya sebagai Hyang Surya atau Siwa Aditya. Ucapkan mantram:
Om Adityasyà param jyoti
rakta tejo namo’stute
sweta pankaja madhyastha
bhàskaràya namo’stute
Artinya: Ya Tuhan, Sinar Hyang Surya Yang Maha Hebat. Engkau bersinar merah, hamba memuja Engkau. Hyang Surya yang berstana di tengah-tengah teratai putih. Hamba memuja Engkau yang menciptakan sinar matahari berkilauan.
Sembahyang dengan kawangen. Bila tidak ada, yang dipakai adalah bunga. Sembahyang ini ditujukan kepada Istadewata pada hari dan tempat persembahyangan itu. Istadewata ini adalah Dewata yang diinginkan kehadiranNya pada waktu memuja. Istadewata adalah perwujudan Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai wujudNya. Jadi mantramnya bisa berbeda-beda tergantung di mana dan kapan bersembahyang. Mantram di bawah ini adalah mantram umum yang biasanya dipakai saat Purnama atau Tilem atau di Pura Kahyangan Jagat:
Om nama dewa adhisthanàya
sarwa wyapi wai siwàya
padmàsana eka pratisthàya
ardhanareswaryai namo namah
Artinya: Ya Tuhan, kepada dewata yang bersemayam pada tempat yang luhur, kepada Hyang Siwa yang berada di mana-mana, kepada dewata yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai di suatu tempat, kepada Ardhanaresvari hamba memuja.
Sembahyang dengan bunga atau kawangen untuk memohon waranugraha. Usai mengucapkan mantram, ada yang memper-lakukan bunga itu langsung sebagai wara-nugraha, jadi tidak "dilentikkan/dipersem-bahkan" tetapi dibungakan di kepala (wanita) atau di atas kuping kanan (laki-laki). Mantramnya adalah:
Om anugraha manoharam
dewa dattà nugrahaka
arcanam sarwà pùjanam
namah sarwà nugrahaka
Dewa-dewi mahàsiddhi
yajñanya nirmalàtmaka
laksmi siddhisca dirghàyuh
nirwighna sukha wrddisca
Artinya: Ya Tuhan, Engkau yang menarik hati pemberi anugrah, anugrah pemberian Dewata, pujaan segala pujaan, hamba memujaMu sebagai pemberi segala anugrah. Kemahasiddhian pada Dewa dan Dewi berwujud jadnya suci. kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan rohani dan jasmani.
Sembahyang dengan cakupan tangan kosong, persis seperti yang pertama. Cuma sekarang ini sebagai penutup. Usai mengucapkan mantram, tangan berangsur-angsur diturunkan sambil melemaskan badan dan pikiran. Mantramnya:
Om Dewa suksma paramà cintyàya nama swàha. Om Sàntih, Sàntih, Sàntih, Om
Artinya: Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi dan maha gaib. Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan.
Untuk memuja di Pura atau tempat suci tertentu, kita bisa menggunakan mantram lain yang disesuaikan dengan tempat dan dalam keadaan bagaimana kita bersembahyang. Yang diganti adalah mantram sembahyang urutan ketiga dari Panca Sembah, yakni yang ditujukan kepada Istadewata. Berikut ini contohnya:
Untuk memuja di Padmasana, Sanggar Tawang, dapat digunakan salah satu contoh dari dua mantram di bawah ini:
Om, àkàsam nirmalam sunyam,
Guru dewa bhyomàntaram,
Ciwa nirwana wiryanam,
rekhà Omkara wijayam,
Artinya: Ya Tuhan, penguasa angkasa raya yang suci dan hening. Guru rohani yang suci berstana di angkasa raya. Siwa yang agung penguasa nirwana sebagai Omkara yang senantiasa jaya, hamba memujaMu.
Om nama dewa adhisthanàya,
sarva wyàpi vai siwàya,
padmàsana ekapratisthàya,
ardhanareswaryai namo’namah.
Artinya: Ya Tuhan, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat yang tinggi, kepada Siwa yang sesungguhnyalah berada di mana-mana, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat, kepada Ardhanaresvarì, hamba memujaMu.
Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Desa, digunakan mantram sebagai berikut:
Om Isanah sarwa widyànàm
Iswarah sarwa bhùtànàm,
Brahmano' dhipatir brahmà
Sivostu sadàsiwa
Artinya: Ya Tuhan, Hyang Tunggal Yang Maha Sadar, selaku Yang Maha Kuasa menguasai semua makhluk hidup. Brahma Maha Tinggi, selaku Siwa dan Sadasiwa.
Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Puseh, mantramnya begini:
Om, Girimurti mahàwiryyam,
Mahàdewa pratistha linggam,
sarwadewa pranamyanam
Sarwa jagat pratisthanam
Artinya: Ya Tuhan, selaku Girimurti Yang Maha Agung, dengan lingga yang jadi stana Mahadewa, semua dewa-dewa tunduk padaMu.
Untuk memuja di Pura Dalem, masih dalam Kahyangan Tiga:
Om, catur durjà mahàsakti
Catur asrame Bhatàri
Siwa jagatpati dewi
Durgà masarira dewi
Artinya: Ya Tuhan, saktiMu berwujud Catur Dewi, yang dipuja oleh catur asrama, sakti dari Ciwa, Raja Semesta Alam, dalam wujud Dewi Durga. Ya, Catur Dewi, hamba menyembah ke bawah kakiMu, bebaskan hamba dari segala bencana.
Untuk bersembahyang di Pura Prajapati, mantramnya:
Om Brahmà Prajàpatih srestah
swayambhur warado guruh
padmayonis catur waktro
Brahmà sakalam ucyate
Artinya: Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma Prajapati, pencipta semua makhluk, maha mulia, yang menjadikan diriNya sendiri, pemberi anugerah mahaguru, lahir dari bunga teratai, memiliki empat wajah dalam satu badan, maha sempurna, penuh rahasia, Hyang Brahma Maha Agung.
Untuk di Pura Pemerajan/Kamimitan (rong tiga), paibon, dadia atau padharman, mantramnya:
Om Brahmà Wisnu Iswara dewam
Tripurusa suddhàtmakam
Tridewa trimurti lokam
sarwa wighna winasanam
Artinya: Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma, Wisnu, Iswara, Dewa Tripurusa Maha Suci, Tridewa adalah Trimurti, semogalah hamba terbebas dari segala bencana.
Untuk di Pura Sagara atau di tepi pantai, mantramnya:
Om Nagendra krùra mùrtinam
Gajendra matsya waktranam
Baruna dewa masariram
sarwa jagat suddhàtmakam
Artinya: Ya Tuhan, wujudMu menakutkan sebagai raja para naga, raja gagah yang ber-moncong ikan, Engkau adalah Dewa Baruna yang maha suci, meresapi dunia dengan kesucian jiwa, hamba memujaMu.
Untuk di Pura Batur, Ulunsui, Ulundanu, mantramnya:
Om Sridhana dewikà ramyà
sarwa rupawati tathà
sarwa jñàna maniscaiwa
Sri Sridewi namo’stute
Artinya: Ya Tuhan, Engkau hamba puja sebagai Dewi Sri yang maha cantik, dewi dari kekayaan yang memiliki segala keindahan. Ia adalah benih yang maha mengetahui. Ya Tuhan Maha Agung Dewi Sri, hamba memujaMu.
Untuk bersembahyang pada hari Saraswati, atau tatkala memuja Hyang Saraswati. Mantramnya:
Om Saraswati namas tubhyam
warade kàma rùpini
siddharàmbham karisyami
siddhir bhawantu me sadà
Artinya: Ya Tuhan dalam wujudMu sebagai Dewi Saraswati, pemberi berkah, terwujud dalam bentuk yang sangat didambakan. Semogalah segala kegiatan yang hamba lakukan selalu sukses atas waranugrahaMu.
Demikianlah beberapa mantram yang dipakai untuk bersembahyang pada tempat-tempat tertentu. Sekali lagi, mantram ini menggantikan "mantram umum" pada saat menyembah kepada Istadewata, yakni sembahyang urutan ketiga pada Panca Sembah.
sumber :klik disini
Dengan tangan kosong (sembah puyung). Cakupkan tangan kosong dan pusatkan pikiran dan ucapkan mantram ini:
Om àtmà tattwàtmà sùddha màm swàha
Artinya: Ya Tuhan, atma atau jiwa dan kebenaran, bersihkanlah hamba.
Sembahyang dengan bunga, ditujukan kepada Hyang Widhi dalam wujudNya sebagai Hyang Surya atau Siwa Aditya. Ucapkan mantram:
Om Adityasyà param jyoti
rakta tejo namo’stute
sweta pankaja madhyastha
bhàskaràya namo’stute
Artinya: Ya Tuhan, Sinar Hyang Surya Yang Maha Hebat. Engkau bersinar merah, hamba memuja Engkau. Hyang Surya yang berstana di tengah-tengah teratai putih. Hamba memuja Engkau yang menciptakan sinar matahari berkilauan.
Sembahyang dengan kawangen. Bila tidak ada, yang dipakai adalah bunga. Sembahyang ini ditujukan kepada Istadewata pada hari dan tempat persembahyangan itu. Istadewata ini adalah Dewata yang diinginkan kehadiranNya pada waktu memuja. Istadewata adalah perwujudan Tuhan Yang Maha Esa dalam berbagai wujudNya. Jadi mantramnya bisa berbeda-beda tergantung di mana dan kapan bersembahyang. Mantram di bawah ini adalah mantram umum yang biasanya dipakai saat Purnama atau Tilem atau di Pura Kahyangan Jagat:
Om nama dewa adhisthanàya
sarwa wyapi wai siwàya
padmàsana eka pratisthàya
ardhanareswaryai namo namah
Artinya: Ya Tuhan, kepada dewata yang bersemayam pada tempat yang luhur, kepada Hyang Siwa yang berada di mana-mana, kepada dewata yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai di suatu tempat, kepada Ardhanaresvari hamba memuja.
Sembahyang dengan bunga atau kawangen untuk memohon waranugraha. Usai mengucapkan mantram, ada yang memper-lakukan bunga itu langsung sebagai wara-nugraha, jadi tidak "dilentikkan/dipersem-bahkan" tetapi dibungakan di kepala (wanita) atau di atas kuping kanan (laki-laki). Mantramnya adalah:
Om anugraha manoharam
dewa dattà nugrahaka
arcanam sarwà pùjanam
namah sarwà nugrahaka
Dewa-dewi mahàsiddhi
yajñanya nirmalàtmaka
laksmi siddhisca dirghàyuh
nirwighna sukha wrddisca
Artinya: Ya Tuhan, Engkau yang menarik hati pemberi anugrah, anugrah pemberian Dewata, pujaan segala pujaan, hamba memujaMu sebagai pemberi segala anugrah. Kemahasiddhian pada Dewa dan Dewi berwujud jadnya suci. kebahagiaan, kesempurnaan, panjang umur, bebas dari rintangan, kegembiraan dan kemajuan rohani dan jasmani.
Sembahyang dengan cakupan tangan kosong, persis seperti yang pertama. Cuma sekarang ini sebagai penutup. Usai mengucapkan mantram, tangan berangsur-angsur diturunkan sambil melemaskan badan dan pikiran. Mantramnya:
Om Dewa suksma paramà cintyàya nama swàha. Om Sàntih, Sàntih, Sàntih, Om
Artinya: Ya Tuhan, hamba memuja Engkau Dewata yang tidak terpikirkan, maha tinggi dan maha gaib. Ya Tuhan, anugerahkan kepada hamba kedamaian, damai, damai, Ya Tuhan.
Untuk memuja di Pura atau tempat suci tertentu, kita bisa menggunakan mantram lain yang disesuaikan dengan tempat dan dalam keadaan bagaimana kita bersembahyang. Yang diganti adalah mantram sembahyang urutan ketiga dari Panca Sembah, yakni yang ditujukan kepada Istadewata. Berikut ini contohnya:
Untuk memuja di Padmasana, Sanggar Tawang, dapat digunakan salah satu contoh dari dua mantram di bawah ini:
Om, àkàsam nirmalam sunyam,
Guru dewa bhyomàntaram,
Ciwa nirwana wiryanam,
rekhà Omkara wijayam,
Artinya: Ya Tuhan, penguasa angkasa raya yang suci dan hening. Guru rohani yang suci berstana di angkasa raya. Siwa yang agung penguasa nirwana sebagai Omkara yang senantiasa jaya, hamba memujaMu.
Om nama dewa adhisthanàya,
sarva wyàpi vai siwàya,
padmàsana ekapratisthàya,
ardhanareswaryai namo’namah.
Artinya: Ya Tuhan, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat yang tinggi, kepada Siwa yang sesungguhnyalah berada di mana-mana, kepada Dewa yang bersemayam pada tempat duduk bunga teratai sebagai satu tempat, kepada Ardhanaresvarì, hamba memujaMu.
Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Desa, digunakan mantram sebagai berikut:
Om Isanah sarwa widyànàm
Iswarah sarwa bhùtànàm,
Brahmano' dhipatir brahmà
Sivostu sadàsiwa
Artinya: Ya Tuhan, Hyang Tunggal Yang Maha Sadar, selaku Yang Maha Kuasa menguasai semua makhluk hidup. Brahma Maha Tinggi, selaku Siwa dan Sadasiwa.
Untuk di pura Kahyangan Tiga, ketika memuja di Pura Puseh, mantramnya begini:
Om, Girimurti mahàwiryyam,
Mahàdewa pratistha linggam,
sarwadewa pranamyanam
Sarwa jagat pratisthanam
Artinya: Ya Tuhan, selaku Girimurti Yang Maha Agung, dengan lingga yang jadi stana Mahadewa, semua dewa-dewa tunduk padaMu.
Untuk memuja di Pura Dalem, masih dalam Kahyangan Tiga:
Om, catur durjà mahàsakti
Catur asrame Bhatàri
Siwa jagatpati dewi
Durgà masarira dewi
Artinya: Ya Tuhan, saktiMu berwujud Catur Dewi, yang dipuja oleh catur asrama, sakti dari Ciwa, Raja Semesta Alam, dalam wujud Dewi Durga. Ya, Catur Dewi, hamba menyembah ke bawah kakiMu, bebaskan hamba dari segala bencana.
Untuk bersembahyang di Pura Prajapati, mantramnya:
Om Brahmà Prajàpatih srestah
swayambhur warado guruh
padmayonis catur waktro
Brahmà sakalam ucyate
Artinya: Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma Prajapati, pencipta semua makhluk, maha mulia, yang menjadikan diriNya sendiri, pemberi anugerah mahaguru, lahir dari bunga teratai, memiliki empat wajah dalam satu badan, maha sempurna, penuh rahasia, Hyang Brahma Maha Agung.
Untuk di Pura Pemerajan/Kamimitan (rong tiga), paibon, dadia atau padharman, mantramnya:
Om Brahmà Wisnu Iswara dewam
Tripurusa suddhàtmakam
Tridewa trimurti lokam
sarwa wighna winasanam
Artinya: Ya Tuhan, dalam wujudMu sebagai Brahma, Wisnu, Iswara, Dewa Tripurusa Maha Suci, Tridewa adalah Trimurti, semogalah hamba terbebas dari segala bencana.
Untuk di Pura Sagara atau di tepi pantai, mantramnya:
Om Nagendra krùra mùrtinam
Gajendra matsya waktranam
Baruna dewa masariram
sarwa jagat suddhàtmakam
Artinya: Ya Tuhan, wujudMu menakutkan sebagai raja para naga, raja gagah yang ber-moncong ikan, Engkau adalah Dewa Baruna yang maha suci, meresapi dunia dengan kesucian jiwa, hamba memujaMu.
Untuk di Pura Batur, Ulunsui, Ulundanu, mantramnya:
Om Sridhana dewikà ramyà
sarwa rupawati tathà
sarwa jñàna maniscaiwa
Sri Sridewi namo’stute
Artinya: Ya Tuhan, Engkau hamba puja sebagai Dewi Sri yang maha cantik, dewi dari kekayaan yang memiliki segala keindahan. Ia adalah benih yang maha mengetahui. Ya Tuhan Maha Agung Dewi Sri, hamba memujaMu.
Untuk bersembahyang pada hari Saraswati, atau tatkala memuja Hyang Saraswati. Mantramnya:
Om Saraswati namas tubhyam
warade kàma rùpini
siddharàmbham karisyami
siddhir bhawantu me sadà
Artinya: Ya Tuhan dalam wujudMu sebagai Dewi Saraswati, pemberi berkah, terwujud dalam bentuk yang sangat didambakan. Semogalah segala kegiatan yang hamba lakukan selalu sukses atas waranugrahaMu.
Demikianlah beberapa mantram yang dipakai untuk bersembahyang pada tempat-tempat tertentu. Sekali lagi, mantram ini menggantikan "mantram umum" pada saat menyembah kepada Istadewata, yakni sembahyang urutan ketiga pada Panca Sembah.
sumber :klik disini
Keampuhan Gayatri Mantra
Keampuhan Gayatri Mantram, yang merupakan bait pertama dari Tri Sandhya memang sudah tidak diragukan lagi. Saya banyak mendapatkan keajaiban dalam pekerjaan maupun kehidupan dalam keluarga. Banyak hal-hal yang sebelumnya hanya merupakan angan-angan/hayalan saya saja, ternyata bisa terwujud dengan cara yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Meski disamping berdoa, usaha keras adalah faktor utamanya.
Saya punya pengalaman pribadi mengenai Gayatri Mantram.
Dulu sebelum saya ketemu mertua di Sumatera selama lebih kurang 4 minggu-an, terus terang saya tidak begitu rajin melaksanakan ritual resmi dengan duduk bersimpuh/berdiri 2 atau 3 kali setiap hari. Sebelumnya saya sembahyang hanya saat Purnama dan Tilem saja, itupun kalo sedang tidak kambuh penyakit malasnya.
Beberapa tahun yang lalu saya menikah dengan seorang gadis muslim. Dia adalah anak ketiga dari empat bersaudara yang semuanya perempuan. Jalan menuju pernikahan saya tidaklah mudah, karena orang tua kedua belah pihak tidak setuju dengan perkawinan kami.
Dari pihak istri saya sudah jelas, kalau tidak dibenarkan untuk meninggalkan agamanya, yang diistilahkan dengan Murtad.
Karena itulah pernikahan saya dilaksanakan di Bali dengan sederhana dan tanpa adanya kehadiran orangtua dari pihak istri pada acara itu.
Beberapa Bulan kemudian mereka mengetahui kalau anaknya telah menikah dan memeluk agama Hindu jauh sebelum acara pernikahan saya, melalui sebuah surat yang saya dan istri kirimkan.
Setelah lebih dari setahun sejak saya menikah, saya diundang mertua untuk datang menjenguk mereka (Silaturahmi) di Pulau Sumatera. Pada suatu saat mertua saya berkata dengan sangat hati-hati kepada saya: kalau dengan salat 5 waktu, maka apapun yang kita inginkan/minta, maka Allah pasti akan mengabulkannya.
Tergerak dari kata-kata itu, untuk membuktikan kalau Hindu juga punya Tri Sandhya dan punya Ida Sanghyang Widhi, maka pada hari pertama ketika beliau hendak memperlihatkan kepada saya cara beliau Salat, saya mengatakan: “Maaf, ini waktunya saya sembahyang juga” dan sayapun berTri Sandhya di kamar yang terpisah bersama istri saya.
Karena beliau menunaikan Salatnya 5 kali sehari, empat kali dirumah sedang yang satunya lagi dikantor beliau, maka saat Salat yang ke-5 (Salat Isa), dimana saya sedang tidak melakukan kegiatan Tri Sandhya, saya dimohon oleh beliau untuk melihat bagaimana beliau menunaikan Salatnya.
Setelah beliau menunaikan Salatnya saya melihat beliau menitikkan air mata, serta berkata dengan nada sedih(kurang lebih): “Seandainya saja kamu bisa seperti bapak untuk menjadi imam dari anak kesayangan bapak dan cucu-cucu bapak kelak, alangkah tenangnya hati kami. Dan sorgalah jaminannya bagi seseorang yang mau memeluk Agama kami.”
Hati beliau sangat terpukul dan merasa sangat sedih karena anaknya pindah agama yang berbeda dengan beliau. Beliau sangat takut anak kesayangannya masuk neraka seperti yang tercantum dalam AlQur’an karena sudah murtad meninggalkan Agamanya. Beliaupun takut karena dijelaskan juga bahwa sebagian besar dari isi Neraka adalah perempuan.
Mertua saya adalah orang tua yang paling baik yang pernah saya kenal dari segi keharmonisan keluarga, tetapi dalam soal keyakinan, dengan sangat sedih dan menyesal saya beserta istri tidak dapat melaksanakan harapan mereka untuk meninggalkan ke-Hinduan kami.
Ironisnya, pada kenyataannya beberapa orang Hindu/Bali belum tentu merasa senang dengan kehadiran istri saya sebagai orang Hindu Baru. Sangat jauh perbedaannya dengan orang Hindu yang pindah agama, dimana mereka disambut dengan hangat kehadirannya.
Di dalam setiap kesempatan berdoa bersama, saya dan istri selalu memohon pengampunan atas dosa kami karena telah membuat mertua dan orang tua istri saya menitikkan air mata, serta sekaligus memohonkan keselamatan dan kesehatan bagi mereka.
Dan sejak kejadian itulah, demi menyaksikan mertua saya mampu menunaikan salat 5 waktu tanpa ada yang ketinggalan, maka sayapun merasa terpacu dan bertekad harus bisa berGayatri mantram minimal dua kali dalam sehari, yaitu pagi setelah mandi/sebelum mulai beraktifitas, dan sore hari sepulang kantor setelah mandi. Kalau melaksanakan pada siang hari rasanya kurang konsentrasi jika harus berTrisandhya di kantor.
Doa itu belum termasuk doa sebelum tidur dan saat baru bangun tidur.
Anak saya yang berumur 7 tahunpun sudah bisa menuntun adiknya sembahyang dengan Gayatri mantram bila istri saya sedang berhalangan masuk pura, sedangkan saya sendiri bekerja jauh dan sedang tidak bersama mereka di Indonesia.
Penulis sedang mengikuti training di Johar Baru, Malaysia.
oleh IB. Tamtam S.
sumber : http://www.iloveblue.com/bali_gaul_funky/artikel_bali/detail/1692.htm
Saya punya pengalaman pribadi mengenai Gayatri Mantram.
Dulu sebelum saya ketemu mertua di Sumatera selama lebih kurang 4 minggu-an, terus terang saya tidak begitu rajin melaksanakan ritual resmi dengan duduk bersimpuh/berdiri 2 atau 3 kali setiap hari. Sebelumnya saya sembahyang hanya saat Purnama dan Tilem saja, itupun kalo sedang tidak kambuh penyakit malasnya.
Beberapa tahun yang lalu saya menikah dengan seorang gadis muslim. Dia adalah anak ketiga dari empat bersaudara yang semuanya perempuan. Jalan menuju pernikahan saya tidaklah mudah, karena orang tua kedua belah pihak tidak setuju dengan perkawinan kami.
Dari pihak istri saya sudah jelas, kalau tidak dibenarkan untuk meninggalkan agamanya, yang diistilahkan dengan Murtad.
Karena itulah pernikahan saya dilaksanakan di Bali dengan sederhana dan tanpa adanya kehadiran orangtua dari pihak istri pada acara itu.
Beberapa Bulan kemudian mereka mengetahui kalau anaknya telah menikah dan memeluk agama Hindu jauh sebelum acara pernikahan saya, melalui sebuah surat yang saya dan istri kirimkan.
Setelah lebih dari setahun sejak saya menikah, saya diundang mertua untuk datang menjenguk mereka (Silaturahmi) di Pulau Sumatera. Pada suatu saat mertua saya berkata dengan sangat hati-hati kepada saya: kalau dengan salat 5 waktu, maka apapun yang kita inginkan/minta, maka Allah pasti akan mengabulkannya.
Tergerak dari kata-kata itu, untuk membuktikan kalau Hindu juga punya Tri Sandhya dan punya Ida Sanghyang Widhi, maka pada hari pertama ketika beliau hendak memperlihatkan kepada saya cara beliau Salat, saya mengatakan: “Maaf, ini waktunya saya sembahyang juga” dan sayapun berTri Sandhya di kamar yang terpisah bersama istri saya.
Karena beliau menunaikan Salatnya 5 kali sehari, empat kali dirumah sedang yang satunya lagi dikantor beliau, maka saat Salat yang ke-5 (Salat Isa), dimana saya sedang tidak melakukan kegiatan Tri Sandhya, saya dimohon oleh beliau untuk melihat bagaimana beliau menunaikan Salatnya.
Setelah beliau menunaikan Salatnya saya melihat beliau menitikkan air mata, serta berkata dengan nada sedih(kurang lebih): “Seandainya saja kamu bisa seperti bapak untuk menjadi imam dari anak kesayangan bapak dan cucu-cucu bapak kelak, alangkah tenangnya hati kami. Dan sorgalah jaminannya bagi seseorang yang mau memeluk Agama kami.”
Hati beliau sangat terpukul dan merasa sangat sedih karena anaknya pindah agama yang berbeda dengan beliau. Beliau sangat takut anak kesayangannya masuk neraka seperti yang tercantum dalam AlQur’an karena sudah murtad meninggalkan Agamanya. Beliaupun takut karena dijelaskan juga bahwa sebagian besar dari isi Neraka adalah perempuan.
Mertua saya adalah orang tua yang paling baik yang pernah saya kenal dari segi keharmonisan keluarga, tetapi dalam soal keyakinan, dengan sangat sedih dan menyesal saya beserta istri tidak dapat melaksanakan harapan mereka untuk meninggalkan ke-Hinduan kami.
Ironisnya, pada kenyataannya beberapa orang Hindu/Bali belum tentu merasa senang dengan kehadiran istri saya sebagai orang Hindu Baru. Sangat jauh perbedaannya dengan orang Hindu yang pindah agama, dimana mereka disambut dengan hangat kehadirannya.
Di dalam setiap kesempatan berdoa bersama, saya dan istri selalu memohon pengampunan atas dosa kami karena telah membuat mertua dan orang tua istri saya menitikkan air mata, serta sekaligus memohonkan keselamatan dan kesehatan bagi mereka.
Dan sejak kejadian itulah, demi menyaksikan mertua saya mampu menunaikan salat 5 waktu tanpa ada yang ketinggalan, maka sayapun merasa terpacu dan bertekad harus bisa berGayatri mantram minimal dua kali dalam sehari, yaitu pagi setelah mandi/sebelum mulai beraktifitas, dan sore hari sepulang kantor setelah mandi. Kalau melaksanakan pada siang hari rasanya kurang konsentrasi jika harus berTrisandhya di kantor.
Doa itu belum termasuk doa sebelum tidur dan saat baru bangun tidur.
Anak saya yang berumur 7 tahunpun sudah bisa menuntun adiknya sembahyang dengan Gayatri mantram bila istri saya sedang berhalangan masuk pura, sedangkan saya sendiri bekerja jauh dan sedang tidak bersama mereka di Indonesia.
Penulis sedang mengikuti training di Johar Baru, Malaysia.
oleh IB. Tamtam S.
sumber : http://www.iloveblue.com/bali_gaul_funky/artikel_bali/detail/1692.htm
Mantra Hindu
OM Hrāng Hrīng sah paramaśiwa-amrta ya namah.
Aturi Kang Toya Puspa, Gandhāksata, Wījā :
OM Puspa dantā ya namah. (sekar)
OM Sri Gandheśwarya ya namah. (miyik-miyikan)
OM Kung Kumāra Wījā ya namah (Bija/Beras)
OM Ang Dhūpa dīpa-astrā ya namah (Dupa)
Ngarga Tirta :
OM Gangga Dewi Maha punyam, Gangga salanca medini, Gangga tarangga samyuktam, Gangga dewi namu namah.
OM Śri Gangga Mahadewi, Anuksma-amrta jiwani, Ongkara aksara jiwatam, Tadda-amrta manoharam.
OM Utpeti ka suram ca, Utpeti ka tawa goras ca, Utpeti sarwa hitan ca, Utpeti Śrī wahinam ya namah swāhā.
( Raris uder kang toya ping tiga, saha uleng ning kahyun )
Mantra :
OM Bhūr Bhuwah Swah swāhā Mahāganggayai tīrtha pawitrani ya namah swāhā.
( Raris masirat ring angga ping tiga )
Mantra :
OM Ang Brahmā-amrtā ya namah
OM Ung wisnu- amrtā ya namah
OM Mang Īśwara-amrtā ya namah
Ngaksama
Om Ksama swa mām mahādewa, Sarwa prāni hitāng karah
Māmmoca sarwa pāpebhah, Pālayaswa sadāsiwa
Om Papoham papo karmaham, Papa-atma papa sambhah wah
Trahimam pundari kaksah, Sabahya bhyantara suci.
Om Ksantawya kayiko dosah, Ksantawya waciko mama
Ksantawya manaso dosah, Tat pramadat ksama swamam.
Nunas Waranugraha
Om Anugraha manoharam, Dewa data nugrahakam
Arcanam sarwa pujanam, Namah sarwa-nugrahakam.
Om Dewa-Dewi maha siddhyam, Yadnyanta nirmala-atmakam
Laksmi siddisca dirghayu, Nirwighna sukha wreddhisca.
Om Anugraha ya namah swaha
sumber : http://cara-bali.blogspot.com/2010/05/mantra-hindu.html
Senin, 24 Oktober 2011
Arti Lambang Swastika
artikel-artikel ini dikutip dari berbagai sumber

LAMBANG SWASTIKA HINDU
Swastika merupakan salah satu simbol yang paling disucikan dalam tradisi Hindu, merupakan contoh nyata tentang sebuah simbol religius yang memiliki latar belakang sejarah dan budaya yang kompleks sehingga hampir mustahil untuk dinyatakan sebagai kreasi atau milik sebuah bangsa atau kepercayaan tertentu.
Diyakini sebagai salah satu simbol tertua di dunia, telah ada sekitar 4000 tahun lalu (berdasarkan temuan pada makam di Aladja-hoyuk, Turki), berbagai variasi Swastika dapat ditemukan pada tinggalan-tinggalan arkeologis ( koin, keramik, senjata, perhiasan atau pun altar keagamaan) yang tersebar pada wilayah geografis yang amat luas.
Wilayah geografis tersebut mencakup Turki, Yunani, Kreta, Cyprus, Italia, Persia, Mesir, Babilonia, Mesopotamia, India, Tibet, China, Jepang, negara-negara Skandinavia dan Slavia, Jerman hingga Amerika.
Budha mengambil swastika untuk menunjukkan identitas Arya.
Makna simbul Swastika adalah Catur Dharma yaitu empat macam tugas yang patut kita Dharma baktikan baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk umum (selamat, bahagia dan sejahtra) yaitu:
1. Dharma Kriya = Melaksanakan swadharma dengan tekun dan penuh rasa tanggung jawab
2. Dharma Santosa = Berusaha mencari kedamaian lahir dan bathin pada diri sendiri.
3. Dharma Jati=Tugas yang harus dilaksanakan untuk menjamin kesejahtraan dan ketenangan keluarga dan juga untuk umum
4. Dharma Putus=Melaksanakan kewajiban dengan penuh keikhlasan berkorban serta rasa tanggung jawab demi terwujudnya keadilan social bagi umat manusia.
Makna yang lebih dalam yaitu Empat Tujuan Hidup yaitu Catur Purusartha / Catur Warga: Dharma, Kama, Artha, Moksa.
1. Dharma = Kewajiban/kebenaran/hukum/Agama/Peraturan/Kodrat
2. Artha = Harta benda / Materi
3. Kama = Kesenangan / Hawa Nafsu
4. Moksa = Kebebasan yang abadi
Swastika dalam berbagai bangsa
Simbol ini, yang dikenal dengan berbagai nama seperti misalnya Tetragammadion di Yunani atau Fylfot di Inggris, menempati posisi penting dalam kepercayaan maupun kebudayaan bangsa-bangsa kuno, seperti bangsa Troya, Hittite, Celtic serta Teutonic. Simbol ini dapat ditemukan pada kuil-kuil Hindu, Jaina dan Buddha maupun gereja-gereja Kristen (Gereja St. Sophia di Kiev, Ukrainia, Basilika St. Ambrose, Milan, serta Katedral Amiens, Prancis), mesjid-mesjid Islam ( di Ishafan, Iran dan Mesjid Taynal, Lebanon) serta sinagog Yahudi Ein Gedi di Yudea.
Swastika pernah (dan masih) mewakili hal-hal yang bersifat luhur dan sakral, terutama bagi pemeluk Hindu, Jaina, Buddha, pemeluk kepercayaan Gallic-Roman (yang altar utamanya berhiaskan petir, swastika dan roda), pemeluk kepercayaan Celtic kuna (swastika melambangkan Dewi Api Brigit), pemeluk kepercayaan Slavia kuno (swastika melambangkan Dewa Matahari Svarog) maupun bagi orang-orang Indian suku Hopi serta Navajo (yang menggunakan simbol itu dalam ritual penyembuhan). Jubah Athena serta tubuh Apollo, dewa dan dewi Yunani, juga kerap dihiasi dengan simbol tersebut.
Di pihak yang lain, Swastika juga menempati posisi sekuler sebagai semata-mata motif hiasan arsitektur maupun lambing entitas bisnis, mulai dari perusahaan bir hingga laundry.
Bahkan perusaha besar Microsoft menggunakan lambang swastika miring ke kanan 45 derajat, mungkin sebagai lambang keberuntungan. Karena sampai saat ini tercatat sebagai perusahaan terkaya di Dunia.
Bahkan, swastika juga pernah menjadi simbol dari sebuah kekejaman tak terperi saat Hitler menggunakannya sebagai perwakilan dari superioritas bangsa Arya. Jutaan orang Yahudi tewas di tangan para prajurit yang dengan bangga mengenakan lambang swastika (Swastika yang “sinistrovere”: miring ke kiri sekitar 45 derajat) di lengannya.
Swastika sebagai lambang Dewa Ganesha (anak Shiva yang bermuka gajah), sebagai makna Catur Dharma.
Kata Krishna pada Arjuna di medan pertempuran .. ketika Arjuna harus berperang melawan saudaranya sendiri inilah yang salah ditapsirkan oleh Hitler yaitu “Lakukanlah apapun yang harus kau laukukan selama itu adalah tugasmu. Kau harus mengemban tugasmu dengan baik walaupun itu berarti harus membunuh (untuk kebaikan), karena melakukan tugasmu dengan baik adalah bentuk pengabdian pada Tuhan”
Hitler mungkin tertarik pada arti swastika makanya dia mengambil lambang swastika dan membaliknya, makanya dia bisa mambunuh dengan tanpa rasa bersalah. Karena dia berpikir apa yang diperbuatnya adalah apa yang benar. Dia berlindung dibawah Swastika yang arahnya terbalik, yang semestinya untuk makna Catur Dharma.
sumber : indoforum
LAMBANG SWASTIKA HINDU
Swastika merupakan salah satu simbol yang paling disucikan dalam tradisi Hindu, merupakan contoh nyata tentang sebuah simbol religius yang memiliki latar belakang sejarah dan budaya yang kompleks sehingga hampir mustahil untuk dinyatakan sebagai kreasi atau milik sebuah bangsa atau kepercayaan tertentu.
Diyakini sebagai salah satu simbol tertua di dunia, telah ada sekitar 4000 tahun lalu (berdasarkan temuan pada makam di Aladja-hoyuk, Turki), berbagai variasi Swastika dapat ditemukan pada tinggalan-tinggalan arkeologis ( koin, keramik, senjata, perhiasan atau pun altar keagamaan) yang tersebar pada wilayah geografis yang amat luas.
Wilayah geografis tersebut mencakup Turki, Yunani, Kreta, Cyprus, Italia, Persia, Mesir, Babilonia, Mesopotamia, India, Tibet, China, Jepang, negara-negara Skandinavia dan Slavia, Jerman hingga Amerika.
Budha mengambil swastika untuk menunjukkan identitas Arya.
Makna simbul Swastika adalah Catur Dharma yaitu empat macam tugas yang patut kita Dharma baktikan baik untuk kepentingan pribadi maupun untuk umum (selamat, bahagia dan sejahtra) yaitu:
1. Dharma Kriya = Melaksanakan swadharma dengan tekun dan penuh rasa tanggung jawab
2. Dharma Santosa = Berusaha mencari kedamaian lahir dan bathin pada diri sendiri.
3. Dharma Jati=Tugas yang harus dilaksanakan untuk menjamin kesejahtraan dan ketenangan keluarga dan juga untuk umum
4. Dharma Putus=Melaksanakan kewajiban dengan penuh keikhlasan berkorban serta rasa tanggung jawab demi terwujudnya keadilan social bagi umat manusia.
Makna yang lebih dalam yaitu Empat Tujuan Hidup yaitu Catur Purusartha / Catur Warga: Dharma, Kama, Artha, Moksa.
1. Dharma = Kewajiban/kebenaran/hukum/Agama/Peraturan/Kodrat
2. Artha = Harta benda / Materi
3. Kama = Kesenangan / Hawa Nafsu
4. Moksa = Kebebasan yang abadi
Swastika dalam berbagai bangsa
Simbol ini, yang dikenal dengan berbagai nama seperti misalnya Tetragammadion di Yunani atau Fylfot di Inggris, menempati posisi penting dalam kepercayaan maupun kebudayaan bangsa-bangsa kuno, seperti bangsa Troya, Hittite, Celtic serta Teutonic. Simbol ini dapat ditemukan pada kuil-kuil Hindu, Jaina dan Buddha maupun gereja-gereja Kristen (Gereja St. Sophia di Kiev, Ukrainia, Basilika St. Ambrose, Milan, serta Katedral Amiens, Prancis), mesjid-mesjid Islam ( di Ishafan, Iran dan Mesjid Taynal, Lebanon) serta sinagog Yahudi Ein Gedi di Yudea.
Swastika pernah (dan masih) mewakili hal-hal yang bersifat luhur dan sakral, terutama bagi pemeluk Hindu, Jaina, Buddha, pemeluk kepercayaan Gallic-Roman (yang altar utamanya berhiaskan petir, swastika dan roda), pemeluk kepercayaan Celtic kuna (swastika melambangkan Dewi Api Brigit), pemeluk kepercayaan Slavia kuno (swastika melambangkan Dewa Matahari Svarog) maupun bagi orang-orang Indian suku Hopi serta Navajo (yang menggunakan simbol itu dalam ritual penyembuhan). Jubah Athena serta tubuh Apollo, dewa dan dewi Yunani, juga kerap dihiasi dengan simbol tersebut.
Di pihak yang lain, Swastika juga menempati posisi sekuler sebagai semata-mata motif hiasan arsitektur maupun lambing entitas bisnis, mulai dari perusahaan bir hingga laundry.
Bahkan perusaha besar Microsoft menggunakan lambang swastika miring ke kanan 45 derajat, mungkin sebagai lambang keberuntungan. Karena sampai saat ini tercatat sebagai perusahaan terkaya di Dunia.
Bahkan, swastika juga pernah menjadi simbol dari sebuah kekejaman tak terperi saat Hitler menggunakannya sebagai perwakilan dari superioritas bangsa Arya. Jutaan orang Yahudi tewas di tangan para prajurit yang dengan bangga mengenakan lambang swastika (Swastika yang “sinistrovere”: miring ke kiri sekitar 45 derajat) di lengannya.
Swastika sebagai lambang Dewa Ganesha (anak Shiva yang bermuka gajah), sebagai makna Catur Dharma.
Kata Krishna pada Arjuna di medan pertempuran .. ketika Arjuna harus berperang melawan saudaranya sendiri inilah yang salah ditapsirkan oleh Hitler yaitu “Lakukanlah apapun yang harus kau laukukan selama itu adalah tugasmu. Kau harus mengemban tugasmu dengan baik walaupun itu berarti harus membunuh (untuk kebaikan), karena melakukan tugasmu dengan baik adalah bentuk pengabdian pada Tuhan”
Hitler mungkin tertarik pada arti swastika makanya dia mengambil lambang swastika dan membaliknya, makanya dia bisa mambunuh dengan tanpa rasa bersalah. Karena dia berpikir apa yang diperbuatnya adalah apa yang benar. Dia berlindung dibawah Swastika yang arahnya terbalik, yang semestinya untuk makna Catur Dharma.
sumber : indoforum
Sejarah Mantra
MANTERA
Mantra itu bekerja. Hitam atau putih, sama saja.
Memiliki perwatakan dan tugas tertentu di dunia.
Tidak pernah mengingkari, selama tinggal di jiwa yang mengakui.
Ia bersumber dari sebentuk zat yang tidak pernah dapat dimengerti dan mustahil untuk dijelajahi.
Diwariskan turun temurun, awalnya secara lisan kemudian dituliskan.
Dari sebuah zaman, ketika manusia masih menghormati dan bersekutu dengan alam sekitarnya.
Terlahir dari rasa ingin tahu tentang misteri hidup dan asal muasal kehidupan.
Bermula dari sebuah pencarian tentang hakekat ingsun sejati, sedulur sejati, dan sukma sejati.
Diturunkan oleh wahyu sejati dan dititahkan melalui sabda sejati. Ia abadi.
(Ki Agung Pranoto)
Memiliki perwatakan dan tugas tertentu di dunia.
Tidak pernah mengingkari, selama tinggal di jiwa yang mengakui.
Ia bersumber dari sebentuk zat yang tidak pernah dapat dimengerti dan mustahil untuk dijelajahi.
Diwariskan turun temurun, awalnya secara lisan kemudian dituliskan.
Dari sebuah zaman, ketika manusia masih menghormati dan bersekutu dengan alam sekitarnya.
Terlahir dari rasa ingin tahu tentang misteri hidup dan asal muasal kehidupan.
Bermula dari sebuah pencarian tentang hakekat ingsun sejati, sedulur sejati, dan sukma sejati.
Diturunkan oleh wahyu sejati dan dititahkan melalui sabda sejati. Ia abadi.
(Ki Agung Pranoto)
Mantra
Hampir setiap Ilmu Spiritual dan ilmu kedigdayaan pasti memiliki Mantra. Bahkan semua doa pasti memuat mantra. Karena Mantra adalah suatu bentuk permohonan. Sebagai sarana permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk bermacam-macam tujuan tertentu dari sang pembacanya.
Mantra berasal dari bahasa Sanskerta yaitu MAN yang artinya PIKIRAN, dan TRA yang berarti PEMBEBASAN. Jadi Mantra adalah kegiatan membebaskan pikiran. Ketika seseorang sedang membaca mantra maka disaat itu juga selain sedang menjalin komunikasi dan permohonan kepada Yang Kuasa, mantra dengan kata yang ber-rima memungkinkan orang yang membaca mantra semakin rileks dan masuk pada keadaan hening, suwung atau trance.
Dari kehendak Yang Maha Kuasa dan keadaan suwung itulah akan terjadi keajaiban-keajaiban suatu mantra.
Jadi Mantra adalah susunan kata yang berunsur puisi (rima dan irama) yang diyakini dapat menghasilkan energi ghaib jika diucapkan oleh orang yang menguasai ilmu mantra. Biasanya diucapkan oleh dukun, pawang, spiritualis, atau orang yang telah mengetahui tatacara dan syarat untuk menggunakan mantra tersebut.
Asal mula mantra umumnya diperoleh dari ilham (wahyu) atau bisa pula diciptakan oleh seorang dukun (guru spiritual) yang mumpuni. Terlahir dari rasa ingin tahu tentang misteri hidup dan pencarian tentang hakekat kesejatian. Berawal dari keyakinan adanya Yang Maha Kuasa maka lahirlah rapal Mantra sebagai suatu bentuk sarana permohonan.
Ada bermacam-macam bentuk mantra, yaitu mantra suara, mantra gambar (rajah, wafaq dll), Mantra yang dimasukan dalam benda (keris dll), ada mantra yang dirupakan dengan gerak dan ada pula mantra dalam bentuk upacara tertentu.
Istilah Mantra lebih dikenal dalam tradisi Hindu dan Budha disebut Mantra Galib, di Arab disebut Doa atau Ru’yah. Di Jawa disebut Donga, Rapal atau Aji-aji. Sebenarnya semua sebutan tersebut memiliki kesamaan makna.
Mantra memang memiliki keunikan dan ciri khas dibanding dengan lafal Doa pada umumnya. Kalimat mantra kaya dengan metafora dengan gaya bahasa yang hiperbola. Sebagian mantra ada yang menggunakan bahasa yang sulit untuk dipahami. Bahkan adakalanya, sang perapal sendiri tidak memahami arti sebenarnya mantra yang dibacanya. Dia hanya memahami kapan dan bagaimana mantra tersebut dibaca dan untuk apa tujuannya. Hanya orang yang ahli mantra (para pinisepuh mantra) saja yang bisa mengerti bahasa mantra secara sejati.
Sebagian penggunaan mantra juga sangat sakral dan mistis. Mantra tidak boleh diucapkan sembarangan, karena bacaannya dianggap keramat. Misalnya pada Mantra Pengusir Makhluk Halus, para guru melarang untuk membacanya didekat anak kecil dan ibu yang sedang hamil. Karena bisa mempengaruhi kesehatan janin yang sedang dikandungnya.
Mantra bukan hanya sekedar ilmu Sugesti. Atraksi-atraksi supranatural yang sering kita lihat seperti debus, ilmu kekebalan, atau ilmu gendam dan pelet, diakui atau tidak, sungguh-sungguh efek yang dihasilkan dari kekuatan ghaib dari pembacaan mantra. Sugesti hanya bisa mempengaruhi pikiran dan kondisi perasaan, tapi tidak bisa mengubah metabolisme tubuh. Contoh, sugestikan diri anda bahwa api tidak panas dan tidak menghanguskan, kemudian jilatlah dengan lidah sebuah lempengan besi membara dari seorang pande besi. Apa yang terjadi?!
Mantra hanya akan bekerja di tangan orang yang telah menjalani penempaan batin melalui berpuasa, semedhi atau tirakat lainnya. Tanpa dasar itu, alaunan mantra hanya seirama dengan sebuah bacaan sastra. Seolah tidak mengandung apa-apa.
Dari generasi ke generasi mantra diwariskan. Tetap sama baik format maupun bahasanya. Mencari orang yang berniat membaca dan menerapkannya. Menunggu dengan penuh kesabaran dibalik pintu dan jendela. Beredar tanpa kasak kusuk. Dan suatu saat kembali dianut seseorang. Mantra akan selalu abadi.
Pengertian mantram gayatri
MANTRA GAYATRI Kesaktian dan Keampuhan Mantra Gayatri Diajarkan dan dijelaskan oleh: Bhagawan Sri Sathya Sai Baba | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
Langganan:
Postingan (Atom)