Oleh: I Nyoman Widia*
Om Suastiastu,
Umat Hindu sangat bersyukur karena dalam ajaran Hindu banyak terdapat hari suci keagamaan. Perayaan hari-hari suci keagamaan merupakan sarana untuk menghaturkan terima kasih dan angayubagia (bersyukur) kehadapan Hyang Widhi Wasa. Salah satu hari suci tersebut adalah Hari Saraswati yang datangnya setiap enam bulan sekali. Karena sebentar lagi kita akan merayakannya, timbul pertanyaan dalam hati. Sudahkah kita angayubagia pada setiap Hari Sarawati tiba? Angayubagia atas apa?
Perayaan Hari Saraswati merupakan salah satu bentuk rasa syukur kita kehadapan Hyang Widhi karena sudah berhasil mendapatkan banyak ilmu pengetahuan, baik yang didapatkan melalui pendidikan formal, maupun lewat jalur non-formal. Selama ini rasa syukur itu kita wujudkan melalui persembahyangan Saraswati bersama-sama di Pura. Di samping itu, kita juga mempersembahkan banten Saraswati kepada Sang Hyang Aji Saraswati, khususnya di tempat kita menyimpan buku-buku. Apakah ini sudah cukup?
Dengan mengucapkan angayubagia atas ilmu pengetahuan yang kita dapatkan, berarti kita mengakui bahwa kita sudah memperoleh ilmu pengetahuan. Kita sudah memiliki ilmu pengetahuan tertentu. Rasa syukur (angayubagia) tersebut akan membentuk suasana hati kita menjadi suasana hati yang penuh berkelimpahan, khususnya keberlimpahan ilmu pengetahuan. Suasana hati yang penuh keberlimpahan ini, sesuai dengan Hukum Punarbhawa (Hukum Tarik Menarik atau The Law of Attraction) akan menarik ilmu pengetahuan serupa. Semakin kita bersyukur pada pengetahuan yang kita miliki, kita akan semakin tertarik untuk terus mempelajari hal-hal (pengetahuan) untuk memperdalam ataupun memperkaya khazanah pengetahuan kita di bidang itu.
Dalam bidang ilmu pengetahuan, sejatinya kita hanya perlu mensyukuri apa yang sudah kita miliki. Kita tidak perlu lagi memohon agar kita diberikan waranugraha berupa ilmu pengetahuan. Khusus pada Hari Saraswati, kita sering masih memohon waranugraha berupa ilmu pengetahuan. Sepanjang kita masih memohon, apa pun itu, hal itu menandakan bahwa kita masih kekurangan dan tidak menghargai apa yang sudah kita miliki selama ini. Lebih tragisnya lagi, kita memohon ilmu pengetahuan, tetapi kita tidak bisa secara spesifik menyebutkan jenis ilmu pengetahuan yang kita inginkan. Sering kita memberikan justifikasi bahwa Tuhan pasti sudah tahu atau Tuhan pasti lebih tahu apa yang kita maksud.
Dalam rangka bersyukur, kita juga diwajibkan untuk mengamalkan serta berbagi kepada orang lain atas ilmu pengetahuan yang kita miliki. Ilmu pengetahuan, apa pun itu, akan sia-sia, bahkan akan sirna, jika tidak diamalkan. Kita harus bisa mempraktikkan ilmu pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari.
Sebagai contoh nyata dapat saya sampaikan tentang diri saya pribadi. Sebagai seorang akuntan yang sudah memliki sertifikat akuntan publik, sudah bertahun-tahun saya tidak lagi mempraktikkan ilmu akuntansi ataupun ilmu auditing saya. Akibatnya, kalau ada yang menanyakan sesuatu yang berkaitan dengan bidang ini, rasanya saya tidak bisa menjawabnya secara cepat. Saya masih memerlukan membaca buku-buku di bidang itu lagi. Apalagi jika diminta untuk langsung melakukan audit atas laporan keuangan. Sudah barang tentu saya akan ragu-ragu untuk menerima penugasan itu. Saya masih perlu waktu untuk belajar lagi.
Selain mempraktikkan langsung, sarana yang paling ampuh untuk memelihara dan memperdalam suatu pengetahuan adalah dengan berbagi kepada orang lain. Berbagi pengetahuan kepada orang lain dapat dilakukan dengan banyak cara.
Mengajar di kelas adalah salah satu cara yang efektif untuk memperdalam sesuatu pengetahuan. Supaya ilmu akuntansi masih tetap terpelihara dengan baik, maka sebaiknya kita meluangkan diri untuk mengajar akuntansi di kelas. Dengan mengajar di kelas, mau tidak mau kita harus mempersiapkan diri sebelum hadir di kelas. Kita akan membaca berbagai literatur yang berhubungan dengan ilmu akuntansi tersebut. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul sewaktu kita mengajar, juga kan memperkaya pengetahuan kita di bidang itu.
Kalau kita ingin memperdalam pengetahuan kita di bidang agama Hindu, maka sebaiknya kita mulai mengajarkannya kepada anak di rumah. Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari anak-anak kita, akan memacu kita untuk terus dan tambah rajin membaca buku-buku yang berhubungan dengan ajaran Hindu. Kalau memungkinkan, ada baiknya juga kita menawarkan diri untuk bisa sesekali mengajar di sekolah-sekolah agama Hindu yang untuk di luar Bali diadakan tiap hari minggu di Pura. Dengan menjadi relawan sebagai guru agama di Pura, kita akan tergerak dan termotivasi untuk melahap buku-buku yang berkaitan dengan ajaran Hindu. Kita akan belajar terus agar selalu siap jika sewaktu-waktu ada pertanyaan dari siswa. Dengan mengajar, kita menjadi belajar.
Selain mengajar, sarana ampuh lainnya untuk memelihara ilmu adalah dengan menulis. Sebelum ide dan pemikiran-pemikiran yang kita miliki kita tuangkan dalam bentuk tulisan, sudah barang tentu kita akan banyak membaca dan mempelajari buku-buku maupun tulisan-tulisan yang berhubungan dengan topik yang akan kita tulis. Kita akan membahasnya terlebih dahulu dalam pikiran (hati), sebelum ide itu terwujud dalam bentuk susunan kalimat-kalimat. Dengan menulis artikel di bidang agama Hindu, kita sejatinya sedang belajar memperdalam ajaran Hindu.
Sarana lain untuk memelihara dan mengasah pengetahuan khususnya di bidang keagamaan adalah dengan belajar memberikan Dharma Wacana. Mulailah dari kelompok-kelompok kecil terlebih dahulu. Mulai dari kelompok arisan keluarga, rapat di tempek (khusus di luar Bali), rapat banjar, dan seterusnya. Selama ini masih terdapat paradigma yang kurang pas dalam hal Dharma Wacana. Banyak orang yang menghindar kalau diminta untuk memberikan Dharma Wacana. Alasannya, di samping belum menguasai ilmu agama, juga belum layak karena perbuatan sehari-hari belum mencerminkan orang yang ahli agama. Paradigma ini sudah semestinya diubah. Dengan memberikan Dharma Wacana, kita menjadi termotivasi untuk belajar lebih banyak lagi perihal ajaran agama. Dengan memberikan Dharma Wacana, hal ini akan memotivasi diri kita untuk senantiasa berperilaku yang sesuai dengan ajaran Hindu. Dengan menjadi narasumber, kita akan tergerak untuk terus berbenah diri dan menjalankan praktik-praktik keagamaan dengan baik dan benar. Jangan menunggu kita telah melaksanakan terlebih dahulu, baru kita berbagi pengetahuan dengan orang lain. Dengan memberikan Dharma wacana, kita menjadi belajar bagaiaman menjadi umat Hindu yang baik.
Derasnya arus globalisasi saat ini dan di masa depan, menuntut perubahan-perubahan dalam pembinaan agama Hindu ke depan. Diperlukan lebih banyak orang lagi yang mau berbagi pengetahuan, khususnya pengetahuan di bidang agama Hindu. Ide dan pemikiran-pemikiran prospektif sangat dibutuhkan dalam pembinaan di masa mendatang. Oleh karena itu, melalui perayaan hari Saraswati kali ini, mari kita terus belajar, belajar berkesinambungan tanpa henti, dengan cara berbagi, berbagi ilmu pengetahuan.
Melalui tulisan ini, kami dari Badan Penyiaran Hindu mengundang Anda untuk berbagi pengetahuan, khususnya pengetahuan di bidang Agama Hindu. Mulailah menuangkan ide dan pemikiran Anda dalam bentuk tulisan dan kirimkan kepada kami, untuk kemudian disebarluaskan kepada umat Hindu lainnya. Mulailah belajar menjadi pen-Dharma Wacana karena kami sangat membutuhkan narasumber-narasumber dalam rangka penyiaran agama Hindu.
Akhirnya, Selamat Merayakan Hari Saraswati. Selamat Belajar Berkesinambungan, Tanpa Henti.
Om Shanti Shanti Shanti Om.
sumber : http://singaraja.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar