Senin, 13 Februari 2012

Mempelajari Hindu dengan Baik dan Benar

QUESTION:

Bagaimana mempelajari agama Hindu dengan baik dan benar? Bagaimana filosofi upacara Pitra Yadnya?
ANSWER:
Bahayanya bagi generasi muda Hindu yang dasarnya kurang mempelajari tattwa Agama Hindu dengan baik, kemudian membaca buku-buku Agama tanpa bimbingan seorang Guru (Nabe), akhirnya tersesat pada keyakinannya sendiri yang mengambang.
Pengetahuan dasar yang perlu dipahami adalah ritual Agama Hindu di Bali sangat berbeda dengan ritual Agama Hindu di India atau di tempat lain. Disamping itu penganut Hindu terpecah menjadi puluhan sekte (aliran). Di Bali sejak abad ke-8 berkembang aliran/ sekte Siwa Sidanta yang sudah berbaur dengan paham-paham Budha. Kemudian pada abad ke-11 Mpu Kuturan lebih menyempurnakannya, disusul oleh Danghyang Nirarta pada abad ke-15. Bentuk ritual dan dasar pemahaman tattwa-tattwanya menjadi seperti sekarang yang kita lihat di Bali.
Menurut sekte Siwa Sidanta, upacara Pitra Yadnya khususnya upacara Ngaben berasal dari kata “abu” kemudian menjadi ngabuin terus menjadi ngaben, artinya membakar jadi abu, dalam proses mengembalikan Panca Mahabutha ke alamnya masing-masing.
Panca Mahabutha adalah jasad manusia yang terdiri dari:
  1. Bagian yang padat, yaitu daging dan tulang kembali kepada Pertiwi,
  2. Bagian yang cair, yaitu darah dan lendir kembali kepada Apah,
  3. Bagian yang panas, yaitu rongga dada dan perut kembali ke Teja,
  4. Bagian yang berudara, yaitu paru-paru kembali ke Bayu, dan
  5. Bagian yang halus seperti urat saraf dan rambut, kembali ke Akasa.
Panca Mahabutha adalah lapisan Atman yang paling luar.
Lapisan berikutnya adalah Panca Tanmatra:
  1. Ganda Tanmatra, yaitu pengaruh indra penciuman pada Atma,
  2. Rasa Tanmatra, yaitu pengaruh indra perasa (lidah) pada Atma,
  3. Rupa Tanmatra, yaitu pengaruh indra penglihatan pada Atma,
  4. Sparsa Tanmatra, yaitu pengaruh indra peraba (kulit) pada Atma,
  5. Sabda Tanmatra, yaitu pengaruh indra pendengaran pada Atma.
Semua pengaruh indria itu telah membungkus Atma, dan untuk menucikan Atma, bungkusan itu dibuang ketika dilaksanakan upacara Nyekah atau Maligia, Mamukur, Ngeroras.
Bungkusan terakhir disebut Karmawasana, yaitu karmaphala seseorang ketika masih hidup. Roh manusia setelah diaben dan nyekah membawa Karmawasana ini menghadap Hyang Widhi untuk mendapat “pengadilan” terakhir.
Ada 18 (delapan belas) Lontar utama yang mengatur mengenai tatalaksana Pitra Yadnya ini, antara lain (yang terpenting): Yama Purwa Tattwa, Yama Purana tattwa, Yama Purwana tattwa, dan Yama tattwa.
Seseorang yang tidak melaksanakan Pitra Yadnya berarti tidak berbakti pada leluhurnya, karena tidak membantu leluhurnya membebaskan Atma agar bisa menghadap Hyang Widhi. Seperti dijelaskan di atas, Atma yang masih terbungkus Panca Mahabutha dan Panca Tanmatra tidak bisa menghadap Hyang Widhi.
Jadi Lontar-lontar itu tidak berbicara bohong atau menakut-nakuti umat Hindu. Namun bila anda tidak percaya, tidak mengapa, toh Agama kita ini juga dasarnya kepercayaan atau “Srada”. Cobalah anda tidak percaya dan lakukan sekehendak hati, nanti suatu saat anda akan sadar dan nurani akan berbicara tentang kebenaran abadi.
Demikian pula halnya tentang upacara dan upakara yang tidak sesuai dengan pemikiran rasional dewasa ini, Pandita juga memaklumi dan selalu mengusahakan bagaimana caranya agar warga Hindu dapat melaksanakan yadnya tanpa beban biaya yang banyak dan memakan waktu yang lama. Geria-Geria para Sadaka diupayakan lebih terbuka sehingga warga Hindu dapat berkomunikasi dengan Sang Sadaka lebih intensif.
Bila anda belajar Agama Hindu, ketahui dahulu seluk beluk kitab suci Hindu. Secara garis besar berdasarkan penulisannya, Weda dibagi menjadi Weda Sruti (wahyu yang diterima langsung oleh para Maha Rsi), dan Weda Smrti (yang ditulis kemudian oleh para Maha Rsi berdasarkan ingatan disertai tafsir).
Weda Sruti sangat sulit dipahami maka masyarakat lebih banyak membaca Weda Smrti, kemudian berkembang menjadi Wedangga, Itihasa, Purana, dll. yang dituangkan dalam lontar-lontar, kekawin, dll. seperti yang kita warisi saat ini.

1 komentar:

  1. Jelas ritual tiap daerah berbeda,,tpi apakah kita harus menitik beratkan pada ritual??berhenti smpai disana saja kah??

    Benarkah hanya dg diupacara yg dilakukn org lain untuk qt sj, smw reaksi karma bsa terhapus tuk menyatu dg Tuhan?? Adakah Weda mengatakan tu??
    Bila ada,bolehkah sya tw dimana tercantum?
    Krn sejauh yg sy bca(Bhagawad Gita) ,hnya atas perbuatan sndiri,kesucian,kemantapan diri pada Tuhan,kesadaran & keinsyafan diri ttg jati diri yg mampu mngntarkn kita pada Tuhan..

    BalasHapus