Senin, 16 Januari 2012

Bhagavadgita Bab XIV Penguasaan atas Ketiga Sifat

BAB XIV PENGUASAAN ATAS KETIGA SIFAT
ARJUNA KRISNA
Bersabdalah yang maha pengasih
1.Sekali lagi akan Ku sabdakan kepadamu kebijaksanaan Yang Suci dan Agung -kebijaksanaan yang terbaik dari semua kebijaksanaan- mengetahui hal mana, para resi kemudian menuju kearah kesempurnaan yang paling tinggi.
2.Berlindung pada kebijaksanaan ini, mereka lalu bersifat sama dengan Ku. Mereka tidak lahir pada waktu penciptaan dan tidak binasa pada waktu penghancuran (kiamat).
Sang Kreshna di Bab ini menguraikan mengenai pengetahuan tentang ketiga guna (sifat-sifat alami), kemudian hubungan guna ini dengan prakriti dan penguasaan atas guna ini oleh para resi dan orang-orang suci di zaman dahulu kala. Dengan menguasai ketiga guna ini maka akan tercapailah kebijaksanaan yang agung dan suci dari hidup ini. Dan dengan mencapai kebijaksanaan ini para resi dan orang-orang suci itu telah mencapai kesempurnaan yang agung dan suci yang disebut nirvana atau pari-nirvana.
Berlindung dibawah kebijaksanaan ini para orang-orang suci ini lalu diberkahi oleh yang maha esa sifat-sifat identik dari diri Sang Kreshna dan merekapun lalu tumbuh dan hidup dalam bentuk Sang Kreshna yang suci dan agung. Inilah hasil mengikuti dengan setia dan penuh dedikasi ajaran-ajaran Sang Kreshna. Dengan kata lain mereka ini, para orang-orang suci, berasimilasi dengan sari atau inti Sang Kreshna itu sendiri; atau dengan bahasa singkat dan sederhana, menyatu dengan Sang Kreshna.
Dan sekali bersatu denganNya, mereka ini lepas dari kehidupan duniawi ini, lepas juga mereka ini dari siklus lahir dan mati yang berulang-ulang, bahkan penciptaan dan penghancuran kehidupan-kehidupan berikutnyapun mereka tidak diikut sertakan lagi karena dianggap Yang maha Esa mereka ini telah mencapai status pari-nirvana, yaitu menyatu denganNya kembali secara abadi. Om Tat Sat.
3.KandunganKu adalah Sang Brahma yang agung; dan disitu aku letalkan benih ini, dari kandungan ini lahirlah setiap benda dan mahluk, Oh Arjuna.
4.Dalam setiap kandungan apapun juga, lahir berbagai bentuk kehidupan, Oh Arjuna, dan Sang Brahma Agung adalah kandungan mereka ini, dan Aku adalah Sang Ayah yang menabur benih-benih ini.
Yang dimaksud dengan Sang Brahma Agung di sini adalah mahad-brahma, yaitu Sang Maya yang juga diibaratkan atau disamakan dengan kandungan di mana Sang Kreshna sebagi seorang Ayah menaburkan benih-benihNya, yang kemudian tumbuh menjadi berbagai bentuk ciptaan-ciptaanNya.
Mahad-Brahma atau Sang Brahma yang agung ini juga sama dengan Prakriti atau alam ini, dan Sang Kreshna adalah Ayah atau Bapak dari setiap benih yang ditaburkanNya. Jadi hanya Ia yang dapat menentukan lahirnya seseorang atau makhluk atau benda di alam semesta ini dan ingat di dalam setiap ciptaanNya terdapat Sang Jiwa atau juga benih kehidupan yang bersal dariNYa. Dan menurut Bhagawat Gita, maka benih yang ditaburkan ini berasal dari Sang Kreshna, Yang Maha Esa, jadi dengan kata lain dalam setiap ciptaanNya hadir sebagian dari Yang Maha Esa, atau Yang Maha Esa itu sendiri ada di dalam setiap Ciptaan-ciptaanNya Sendiri. Sayang sekali, kita manusia sering sekali lupa bahwa kita berasal dari benih Yang Agung dan Suci, dan kita lebih suka tenggelam dalam alur kehidupan duniawi ini, dalam kandungan Sang Maya itu sendiri.
Padahal Sang Maya atau Prakriti ini hanyalah alat yang mengandung kita dan menumbuhkan kita agar kita tumbuh dan lahir untuk kembali kepadaNya lagi. Bukanlah itu maksud dan tujuan Yang Maha Esa, tetapi kita diberikan kebebasan untuk memilih maka kebanyakan kita memilih untuk terus tinggal di dalam kandungan Sang Maya yang penuh ilusi kenikmatan, padahal itu semua berada di dalam kegelapan. Pikirkanlah dengan seksama, bukankah kita semua harus kemnbali dan berbakti pada Ayah kita Yang Agung dan Suci dan menyatu kembali denganNya? Pikirkanlah secara seksama dan menurut hati-nurani anada mana yang benar dan mana yang salah? Dengan kasih Sang Ayah yang suci dan Agung ini pasti kita akan dituntun kembali kepadaNya. Om Tat Sat.
5. Ketiga kualitas (guna), yaitu sattva, raja dan tama lahir dari Prakriti. Mereka ini mengikat erat di dalam raga, Oh Arjuna, Yang Tak Terbinasakan yang bersemayam di dalam raga.
Ketiga guna atau kualitas alami ini yang lahir dari Prakriti dan merupakan sifat-sifat dominan dari Sang Prakriti itu sendiri, selalu hadir dalam diri kita. Setiap tindakan kita sebenarnya didasarkan pada ketiga sifat Prakriti ini, dan ketiga sifat ini sedemikian dominannya di dalam raga kita sehingga diibaratkan mengikat Sang Atman (Yang Tak Terbinasakan) yang bersemayam di dalam diri kita. Ikatan erat ini begitu gelap sifatnya, sehingga kita yang sudah mabuk duniawi ini tidak dapat melihat Sang Atman yang sebenarnya hadir bercahaya terang di dalam diri kita sendiri.
6. Diantara sifat-sifat ini, sattva, karena kesuciannya, membawa penerangan dan kesehatan. Sifat ini mengikat dengan ikatan kebahagiaan dan ikatan ilmu pengetahuan, oh Arjuna.
Apakah sattva itu? Sattva adalah sifat-sifat kesucian atau kemurnian atau penerangan. Tetapi walaupun disebut kemurnian toh sifat ini dapat mengikat jiwa kita ke raga dan menimbulkan keterikatan. Sifat sattva membuat kita selalu berorientasi pada tindakan-tindakan yang baik dan pencarian ilmu pengetahuan yang benar. Tetapi sering sekali sattva pun mengarahkan kita kepada keterikatan-keterikatan dalam bentuk ilmu pengetahuan ini sehingga terikatlah seseorang pada pikiran-pikiran, analisis dan metode-metode dan lain sebagainya, dan semua ini menjadi tujuan ilmu pengetahuan mereka yang mempelajarinya, bukan jalan untuk mengenalNya, Yang Maha Pencipta. Semua ini membuat seseorang yang bersifat Sattva terikat pada pekerjaan dan kebaikan-kebaikannya, tetapi tidak membuat orang-orang ini berorientasi kepada Yang Maha Esa secara murni, padahal sifat dasar mereka ini sattvik.
Di dunia barat misalnya banyak terdapat ilmuwan yang bersifat sattvik, tetapi tujuan mereka hanya terpusat pada ilmu pengetahuan itu dan pemecahannyasecara ilmiah saja, mereka sama sekali tidak berpikir tentang Yang Maha Esa, Sang Pencipta ilmu-ilmu ini. Sebaliknya di timur, Yang Maha Esa masih manjadi tujuan atau akhir dari semua ilmu pengetahuan ini, sehingga tidak mengherankan kalau pada abad modern dewasa ini masih banyak orang yang dianggap pandai atau terpandang melepaskan jabatan mereka dan terjun ke dunia spiritual dan melepaskan semua ikatan-ikatan dan unsur-unsur duniawi mereka untuk mencari penerangan ilahi. Mereka ini benar-benar jalan dengan sifat-sifat sattva dan mengarahkan sifat-sifat suci ini untuk tujuan yang mulia dan tak mau terikat oleh sifat-sifat ini. Dengan kata lain, sifat-sifat sattva ini hanyalah alat-alat belaka bagi orang-orang suci ini.
7. Ketahuilah olehmu, oh Arjuna, bahwa sifat raja, yang berciri emosional ini adalah sumber dari keterikatan dan rasa tak puas. Dan sifat raja ini mengikat jiwa yang ada di dalam raga dengan keterikatan-keterikatan aksi atau perbuatan.
Sifat-sifat raja adalah energi, mobilitas, emosi dan raja juga berati keinginan atau kehausan untuk hidup. Dengan kata lain, sifat raja dapat diartikan energi yang penuh dengan keinginan dan nafsu-nafsu yang tak terpuaskan. Sifat ini adalah anak dari nafsu-nafsu yang kuat dan juga dari keterikatan itu sendiri. Raja mengikat kita, mengikat jiwa kita erat-erat ke Sang Prakriti melalui aktivitas dan aksi.
Di kala seseorang penuh dengan keserakahan atau penuh dengan kegelisahan eksternal yang dikarenakan aktivitas-aktivitasnya, maka dapat dipastikan sifat-sifat raja sedang berkuasa atas diri orang itu. Seseorang yang amat aktif, ambisius dan penuh semangat kerja atau daya juang yang tinggi untuk kebutuhan-kebutuhan duniawinya juga menunjukan sifat-sifat raja yang sedang dominan dalam dirinya.
Seseorang yang bersifat raja atau rajasik ini bekerja keras bagi dirinya sendiri, bukan untuk Sang Kreshna atau Yang Maha Esa. Ia ingin selalu berkuasa atau berpengaruh atas orang-orang disekitarnya. Seorang dengan sifat raja ini penuh dengan aksi, inisiatif, ambisi pribadi yang tinggi dan penuh dengan keresahan. Sebaiknya jika ia ingin keluar dari lingkaran raja ini, maka cara terbaik adalah bertindak, bekerja, beraksi atau berbuat demi Sang Kreshna atau Yang Maha Esa semata tanpa pamrih. Tetap bekerja apa saja sesuai dengan profesi dan kewajibannya, tetapi demi Yang Maha Esa, pekerjaannya kemudian dengan cara ini akan berubah menjadi yagna.
8. Tetapi sifat tama (kegelapan total yang penuh kekacauan) ketahuilah olehmu, lahir dari kebodohan dan adalah sifat yang memperbodoh jiwa. Sifat ini mengikat dengan ketidakperdulian, kemalasan dan tidur, oh Arjuna.
Sifat-sifat tama bukanlah bersifat energi atau penerangan, atau aktivitas atau kesucian. Sebaliknya adalah sifat-sifat kemalasan, ilusi kosong dan kebodohan yang berkepanjangan sifatnya. Sifat ini mengikat jiwa seseorang dengan kebodohan, kemalasan, dengan ketidak-acuhan terhadap setiap hal yang positif. Dengan kata lain di mana terlihat kegelapan total dalam diri seseorang maka sudah pasti sifat tama sedang berkuasa.
Seseorang yang bersifat tama hidup tak ubahnya seperti binatang saja. Ia makan, tidur, minum dan memenuhi hasrat-hasrat raganya saja dari saat ke saat. Tidak ada idealisme atau cita-cita dalam dirinya. Ia malas, bodoh, tak perduli dan selalu tak acuh pada hal-hal yang bersifat baik. Tetapi sifat tama ini juga bisa didobrak dan seseorang yang terjerat dalam lingkaran kebodohan ini dapat keluar juga. Caranya adalah dengan berdharma bakti kepadaNya semata, meminta perlindunganNya semata dan bekerja tanpa pamrih untuk Yang maha Esa. Sang Bayu (angin) tidak saja merambah dan bertiup diantara dedaunan pohon-pohon yang besar dan tinggi saja, tetapi Sang bayu juga bertiup diantara rerumputan liar dan kecil yang berada di bawah pohon-pohon besar ini. Yang penting adalah kemauan kita sendiri untuk merasakan tiupan ini, merasakan kehadiranNya diantara kita semuanya dan mau mengikuti ajaran-ajaranNya.
9. Sattva mengikat (seseorang) kepada kebahagiaan, raja mengikat kepada aksi, oh Arjuna. Dan sifat tama m kus kebijaksanaan, mengikat seseorang kepada ketidak-perdulian.
10. Sewaktu sattva berada diatas raja dan tama, maka berkuasalah sattva, oh Arjuna! Di kala raja berada diatas sattva dan tama, maka berkuasalah raja. Dan di kala tama berada diatas sattva dan raja, maka berkuasalah tama.
11. Di kala sinar kebijaksanaan mengalir keluar dari semua gerbang sang raga, maka ketahuilah bahwa sattvalah yang berkuasa, oh Arjuna!
12. Di kala keserakahan, aktivitas eksternal, ambisi untuk bekerja, keresahan, nafsu-nafsu iri terlihat jelas, ketahuilah bahwa rajalah yang berkuasa, oh Arjuna!
13. Di kala kegelapan, non-aksi ketidakperdulian dan kegelapan terlihat jelas, ketahuilah bahwa tamalah yang berkuasa, oh Arjuna!
14. Kalau seseorang meninggal dunia di kala sattva berkuasa didalamnya, maka ia akan pergi ke loka-loka yang tak ternoda di mana tinggal mereka yang mengenal Yang maha Tinggi.
Seorang sattvik, setelah meninggal dunia maka jiwanya akan pergi ke loka-loka yang tak ternoda oleh dosa-dosa dan kebodohan. Tetapi ia masih harus bekerja keras untuk mencapai Yang Maha Esa. Karena setelah habis karmanya di tempat-tempat ini (Devachana), ia harus kembali lagi ke dunia ini, tetapi ia akan lahir di tengah-tengah keluarga pencinta Yang Maha Esa, dan jalan ke arahNya akan makin lembut saja sesudah itu.
15. Meninggal dunia sewaktu sifat raja masih berkuasa, maka orang itu akan lahir diantara orang-orang yang terikat pada aksi; dan sekiranya seseorang meninggal dunia sewaktu sifat tama masih berkuasa maka ia akan lahir di dalam kandungan-kandungan yang tak berindra.
Yang tak berindra disini mungkin dimaksudkan dengan ciptaan Yang Maha Kuasa seperti pepohonan, tumbuh-tumbuhan atau juga jenis makhluk-makhluk lainnya yang tak memiliki ratio dan intelektual.
16. Hasil dari perbuatan sattvik disebut harmonis dan suci, hasil dari sifat raja disebut penderitaan dan hasil dari sifat tama adalah kedunguan dan kebodohan.
Setiap pekerjaan maupun tindakan yang dibuat dalam pengaruh sattva akan lepas dari noda-noda dan dosa-dosa. Sedangkan setiap pekerjaan dibawah pengaruh sifat raja akan menghasilkan dhuka, yaitu efek yang penuh dengan penderitaan. Dan setiap tindakan atau perbuatan di bawah pengaruh tama akan membuahkan yang lebih buruk dari penderitaan, yaitu kebodohan atau kedunguan (agnana), yang berarti menjadi lebih jauh lagi dari Yang Maha Esa.
17. Dari sattva lahirlah ilmu pengetahuan, dari raja lahir keserakahan, dan dari tama lahir sifat acuh tak acuh, kemalasan dan agnana (kebodohan).
18. Mereka yang telah tegar dalam sattva menanjak ke atas; mereka yang dalam raja berdiam di tempat yang paling tengah; dan mereka yang bersifat tama pergi kebawah terikat pada sifat-sifat paling rendah.
19. Bila seseorang yang melihat, menyadari bahwa tidak ada unsur yang lain selain ketiga guna ini dan mengenal Ia yang hadir di atas ketiga guna ini, ia akan masuk ke dalam diriku.
20. Bila seseorang (jiwa yang terbungkus oleh raga ini) telah melampaui ketiga guna ini -di mana semua bentuk raga diproduksi-maka ia benar-benar lepas dari kelahiran dan kematian, dari usia tua dan penderitaan, ia lalu meneguk air kehidupan yang abadi (tak dapat binasa lagi).
Di sloka-sloka di atas ini tersirat pesan Sang Krishna bagi Arjuna dan kita semuanya, yaitu kuasailah ketiga sifat ini, dan jadilah seorang yang sadar atau yang dapat melihat dengan jelas dan benar. Seorang yang melihat atau sadar ini melihat:
(a) bahwa keterbatasan dari semua unsur duniawi ini dapat dicapai jika seseorang benar-benar sadar bahwa hanya ketiga sifat guna itu sajalah yang sebenarnya bertindak, bekerja, beraksi atau berbuat dan bukan Sang Atman yang bersemayam di dalam diri kita bahkan bukan raga kita juga, dan
(b) bahwa ada Ia yang lepas dari semua unsur-unsur Prakriti ini, Yang Maha Suci dan Agung. Ia lebih tinggi sifatNya dari ketiga guna ini yang sebenarnya lahir dari Prakriti, dan dari ketiga guna ini lahirlah bentuk-bentuk dan sifat-sifat alam, raga-raga kita dan juga makhluk-makhluk lainnya yang tak terbilang banyak jumlah dan ragamnya.
Orang-orang yang bijaksana yang telah menyeberangi ketiga guna ini malahan dapat mengendalikan sifat-sifat ini pada diri mereka, karena mereka telah sadar bahwa sifat-sifat inilah penyebab semua tindakan dan perbuatan baik dan buruk di dunia ini, sedangkan Sang Atman hanya bertindak sebagai saksi saja di dalam raga kita masing-masing. Mereka ini oleh Sang Kreshna diibaratkan sebagai yang telah meminum air keabadian dan tak perlu lagi menjalani kehidupan dan kematian lagi. Mereka telah bersatu di dalamNya secara abadi.
Berkatalah Arjuna:
21. Apakah ciri-ciri dari seseorang yang telah melampaui ketiga guna ini? Bagaimana cara hidupnya? Dan bagaimana caranya ia melampaui ketiga guna ini?
Bersabdalah Yang Maha Pengasih:
22. Seseorang yang tidak menghindar (atau menolak) cahaya (pengetahuan) atau aktivitas atau kebodohan di kala faktor-faktor ini timbul, dan tidak mengharapkan faktor-faktor ini di kala tidak hadir.
23. Seseorang yang duduk tanpa khawatir tak terusik oleh guna, terpisah, tanpa goyah, dan mengetahui bahwa hanya guna-guna ini yang bertindak.
24. Seseorang yang merasakan kenikmatan dan penderitaan adalah serupa, yang terpusat pada Sang Atman, dan baginya tanah liat atau batu ataupun emas adalah satu, yang sama kepada yang dicintainya dan yang tidak dicintainya, yang jalan pikirannya tak goyah, yang bersikap sama di kala terhina dan dalam kemasyuran.
25. Yang memandang sama rata akan rasa dihormati dan tidak dihormati, dan yang bersikap sama terhadap sahabat dan musuhnya, yang telah melepaskan semua ambisi-orang ini disebut telah melewati semua guna-guna ini.
Seseorang yang telah melewati, melampaui atau mengatsi ketiga guna (sifat-sifat Prakriti) akan berubah cara hidup dan cara berpikirnya. Ia akan menjadi ibarat seorang tuan atau majikan yang sudah dapat menguasai atau memperalat sifat-sifat alam ini, dan tanda-tanda atau ciri-ciri orang ini adalah:
a. Ia bersikap sama saja kepada ketiga sifat-sifat atau kualitas Prakriti ini di kala sifat-sifat ini hadir dan sedang beraksi baik dalam dirinya maupun dalam diri orang lain, karena ia sadar bahwa setiap sifat ini mempunyai evolusi atau naik turunnya sendiri.
b. Ia tak terganggu atau terusik oleh efek atau hasil atau karma dari setiap tindakan, apakah itu tindakan baik maupun tindakan buruk. Ia sadar bahwa setiap perbuatan atau aktivitas adalah milik guna-guna ini, milik dan merupakan alat permainan sang Prakriti. Baginya alam dan sifat-sifatnya selalu sedang bekerja dan ia sendiri sedang duduk di tengah-tengahnya, merasa tak asing tetapi juga tak khawatir. Tak dapat ia digoyahkan dari jalan pikirannya ini oleh sifat-sifat Prakriti. “Hanya sifat-sifat ini saja bergerak” katanya, dan “semua objek adalah benda-benda mainan yang dipermainkan oleh guna-guna ini”. Ia merasakan dirinya sebagai musafir yang sedang melakukan perjalanan atau pekerjaannya saja di dunia ini, ibarat mimpi yang tak dapat mengganggu mereka yang tidak tidur, maka guna atau sifat-sifat inipun tidak dapat mengganggu sang musafir ini, yang tenang dengan tugas atau perjalanannya kearah Yang Maha Esa.
c. Baginya setiap benda, makhluk dan kejadian adalah hal yang sama atau satu sifatnya. Ia Bersikap selalu sama rata terhadap hal-hal, kejadian-kejadian dan pengalaman-pengalaman yang berlawanan seperti suka-duka, panas-dingin, teman-musuh, penghormatan penghinaan, cinta-benci dan lain sebagainya. Emas atau tanah liat baginya sama saja nilainya, sama-sama ciptaan Yang Maha Esa yang tak ada bedanya dan mempunyai fungsi masing-masing di dunia ini, tidak lebih tinggi dan tidak lebih rendah.
d. Ia tidak berambisi lagi dengan tujuan-tujuan tertentu dalam melakukan pekerjaannya. Baginya setiap aksi, perbuatan, tindakan dan pekerjaan adalah dharma baktinya kepada Yang Maha Esa, yang tidak diiringi oleh pamrih sama sekali. Baginya pekerjaan apapun sama saja kadar atau sifatnya, tidak ada yang lebih agung dan tidak ada yang lebih hina, apapun jenis pekerjaan itu harus didedikasikan secara tulus dan tanpa pamrih kepada Yang Maha Esa semata.
26. Seseorang yang mengabdi kepadaKu dengan dedikasi yang tanpa pamrih, melampaui semua sifat-sifat alami ini dan bersatu dengan Sang Brahman.
Apakah caranya agar seseorang dapat melampaui ketiga guna ini dan bersatu dengan Yang Maha Esa, Yang Maha Abadi.
Caranya:
(a) pengabdian yang terus-menerus tanpa henti dan tanpa pamrih, dan
(b) mengabdi kepadaNya dengan cinta kasih yang tulus.Dalam cinta kasih terhadapNya yang tulus ini dan tanpa henti ini maka secara lambat laun ia akan menyatu dengan yang dikasihiNya, dan ia sendiri berubah menjadi nol untuk dirinya sendiri, tetapi menjadi Satu dengan Yang Maha Esa. Ini disebut Atma-Svarupa, yaitu menyatu dengan Sang Kreshna dan bersatu dengan Yang Maha Esa. Om Tat Sat.
27. Karena Akulah tempat bersemayam Sang Brahman, Air Kehidupan Abadi yang tak ada habis-habisnya. Akulah fondasi dari kebenaran yang abadi dan sumber dari keberkahan yang tak ada akhirnya.
Mengasihi atau mencintai Sang Kreshna adalah upaya untuk menyatu dengan Sang Brahman, karena Sang Kreshna dan Sang Brahman adalah Satu. Kreshna itu Brahman, dan Brahman itu Kreshna. Sang Kreshna adalah sumber dari (a) keabadian dan (b) Hukum Dharma (Hukum Kebenaran) yang abadi dan (c) berkah yang tak ada duanya dan tak kunjung berakhir-keberkahan yang absolut. Sekali lagi Sang Kreshna menegaskan bahwa Ia lah Sang Brahman yang menitis menjadi Kreshna (manusia utama) karena kasihNya kepada para pemujaNya. Sang Kreshna adalah manifestasi dari Sang Brahman, Tuhan Yang Maha Esa, Yang Maha Agung dan Suci. Om Tat Sat.
Dalam Upanishad Bhagavat Gita, Ilmu Pengetahuan Yang Abadi, karya sastra yoga, dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna, bab ini adalah yang keempat-belas dan disebut:
Guna Traya Vibhaga Yoga atau Yoga mengenai Perbedaan Ketiga Sifat Alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar