Kamis, 26 Januari 2012

Kronologi Pewahyuan dan Penulisan Veda


kronologi pewahyuan Veda

Menurut beberapa sumber, veda yang merupakan kitab suci ajaran Sanātana Dharma सनातन धर्म pertamakali diwahyukan kedunia kira2 155,52 Triliun Tahun SM. Yang pertama kali diturunkan melalui sabda, sehingga weda tersebut kemudian dikenal dengan sebutan Vedasruti. Sabda suci ajaran – ajaran Veda (Vedasruti) terutama diterima oleh tujuh orang Rsi yang dikenal dengan sebutan Sapta Rsi. Adapun rsi tersebut diantaranya:
  1. Rsi Grtsamada
  2. Rsi Visvamitra
  3. Rsi Vamadewa
  4. Rsi Atri
  5. Rsi Bharadvaja
  6. Rsi Vasistha
  7. Rsi Kanva.

Catur Veda

Merupakan Veda paling pokok/utama (Veda Sruti) yang menggunakan bahasa Daivivak (bahasa para dewa) yaitu bahasa yang tidak digunakan lagi dalam kehidupan manusia saat ini. Bahasa Daivivak sering juga disebut bahasa Sansekerta Veda. Catur Veda (Rgveda, Yayurveda, Samaveda dan Atharvaveda) tersusun dari 20.378 mantra/sloka.
Kemudian, tersebutlah beberapa sloka yang mewajibkan para Maharsi tersebut untuk mengajarkan Veda ini untuk keselamatan dunia. Adapun salah satu dari sloka tersebut adalah:
“Dari Tuhan Yang maha Agung dan kepadanya umat manusia mempersembahkan berbagai yadnya dan daripada-Nya muncul Rgveda dan Samaveda. Daripada-Nya muncul Yayurveda dan Atharvaveda” – Yayurveda 3.7.
“Bunga padma yang muncul dari bagian pusar Sri Visnu memuat konsep jasmani gabungan dari semua mahluk hidup. Brahma yang bermuka empat yang mengetahui keempat kitab suci Veda (catur veda), terwujud dari bunga padma tersebut” – Brahma-samhita sloka 22.
yathemam vacam kalyanim avadani janebyah, Brahma rajanyabhyam sudraya caryaya, Ca svaya caranaya ca – Yayurveda 26.2.
“hendaknya disampaikan sabda suci ini kepada seluruh umat manusia, cendikawan, rohaniawan, raja, pemerintah, masyarakat, para pedagang, petani, buruh, kepada orang – orangKu dan kepada orang asing sekalipun”
Setelah turunnya sloka tersebut, kira-kira 1,9 milyar tahun SM, barulah para Maharsi menuliskan semua wahyu yang diterimanya. Saat ini Wahyu Veda yang telah ditulis oleh para maharsi tersebut dikenal dengan nama Veda Smrti. Secara umum dapat dikatakan bahwa Veda Smrti merupakan penjelasan mendetail dari Veda Sruti dan juga terdiri dari bagian – bagian yang merupakan panduan dalam melagukan/mengucapkan mantra – mantra dalam Veda.
Veda Smrti ditulis dengan menggunakan bahasa sansekerta. Adapun bagian dari Catur Veda tersebut adalah:
  1. Rgveda, merupakan pengetahuan spiritual yang mencakup Biologi dan pengetahuan tentang kehidupan. Dari sinilah kemudian diturunkan pula “Ayurveda” mencakup ilmu yang berhubungan dengan kedokteran / pengobatan dan kehidupan.
  2. Yayurveda, merupakan pengetahuan spiritual mencakup purusa artha, kewajiban, perbuatan, ilmu militer dan sipil. Dari sini kemudian diturunkan pula “Dhanurveda” mencakup ilmu tentang pertahanan, militer, tata pemerintahan dan sipil/kemasyarakatan.
  3. Samaveda, merupakan pengetahuan spiritual yang mencakup tata cara sembahyang dan seni melantunkan Veda. Dari sini diturunkan “Ghandarwa Veda” yang mencakup ilmu tentang seni, music dan social.
  4. Atharvaveda, merupakan pengetahuan spiritual yang mencakup ilmu astronomi, matematika, geometri, keteknikan, ekonomi dan politik. Dari sini turun “Shilpaveda” yang mencakup tentang astronomi, keteknikan dan ekonomi.

Cara Pewahyuan Veda

Pewahyuan Veda sendiri tidak berakhir hanya dengan pewahyuan Catur Veda, tetapi tetap berlangsung melalui beberapa cara yaitu:
  1. Svaranada, vibrasi suara yang diterima oleh para Maharsi
  2. Upanisad, penerimaan pengajaran dari Paramaatman
  3. Darsana, berlangsung secara gaib / spiritual
  4. Avatara, penjelmaan tuhan kedunia dengan mengambil lila tertentu dengan tujuan menjaga kemurnian ajaran Veda dengan menyabdakan secara langsung.
Setelah diturunkan Catur Veda tersebut kemuadian barulah turun batang tubuh dari Veda tersebut, adapun secara garis besarnya antara lain:
  1. Shikshaa, merupakan ilmu artikulasi/pengucapan dan pelafalan
  2. Kalpa, merupakan uraian/penjelasan dari Veda
  3. Nirukta & Nigantu, merupakan pengetahuan etimologi
  4. Prathisakhya/vyakaran, merupakan ilmu tata bahasa (grammer)
  5. Chanda, merupakan ilmu tentang sajak/puisi dan tata cara pengucapan mantra veda
  6. Jyotisha, merupakan ilmu astronomi dan astrofisika.
Dari kitab – kitab diatas berulah diturunkan kitab veda lainnya.
Kira –kira pada tahun 129,5 juta tahun SM, diturunkan Kitab Suci Veda Smrti yang berisikan tentang hukum, criminal, norma, perdata dan aturan – aturan kehidupan social manusia melalui seorang Rsi yang dikenal dengan nama Vaivasvat Manu. Kitab ini kemudian sering disebut Manusastra.
Konsep pengajaran Veda adalah melalui garis parampara/perguruan yang tidak terputus. Selama jutaan tahun Veda diajarkan secara lisan dan tertulis dari guru ke murid – muridnya.
Pada tahun 3138 SM diwahyukan Bhagawadgita oleh Sri Krisnha. Beliau adalah Avatara tuhan yang turun saat berakhirnya Dvapara Yuga. Melalui Itihasa (epos)Mahabharata, Maharsi Vyasa menyusun kembali kitab tersebut.
Pada akhir “Dvapara Yuga” atau awal “Kali Yuga” Maharsi Vyasa mengkondisikan dan menulis ulang mantra – mantra Veda. Ini dimaksudkan karena, beliau menyadari bahwa ingatan manusia pada jaman Kali yuga ini akan sangat merosot. Beliau memimpin langsung penulisan kembali kitab suci Veda. Beliau dibantu oleh para murid beliau antara lain:
  1. Rgveda, disusun oleh Rsi Pulaha (Rsi Paila)
  2. Yayurveda, disusun oleh Rsi Vaisampayana
  3. Samaveda, disusun oleh Rsi Jaimini
  4. Atharvaveda, disusun oleh Rsi Sumantu.
Demikianlah kronologi pewahyuan Kitab Suci Veda, yang merupakan kitab suci terbesar, terpanjang dan terlengkap yang mencakup seluruh kehidupan dunia saat ini dan bersifat ilmiah. Bila ada yang mengklaim bahwa ada kitab lain yang terlengkap, bisa dibandingkan dengan kebesaran kitab suci Veda. Selamat mencari kebenaran..
-Om a no bhadrah kratawo yantu wiswatah -
semoga pikiran yang baik datang dari segala penjuru..
-Om namo narayana, Om saraswati jaya-
Sembah kepada penguasa alam, semoga pengetahuan murni semakin jaya

caranya melakukan meditasi dengan lebih baik?

Tidur-kerja-makan-tidur lagi, begitulah setiap hari.

Hidup seperti apakah yang akan aku cari? Hidup yang bahagia.
Seperti apakah bahagia itu?
Apakah harus diraih dengan gelar-gelar akademis, jabatan, dan kekayaan?
Tidak perduli apakah anda kaya atau miskin, terpelajar atau tidak terpelajar, kebanyakan orang selalu menderita. Mengapa? Karena mereka berusaha mendapat kebahagiaan dengan memenuhi kebutuhan fisik saja.
Bila anda sudah terpojok, tidak ada salahnya melirik pengetahuan spiritual bangsa-bangsa Timur yang luhur.
Meditasi mengajak anda menikmati kebahagiaan yang sudah ada di dalam diri anda sendiri. Kebahagiaan itu disebut “ananda”. Anda bahagia karena punya uang, tapi dibayangi ketakutan dirampok orang. Jabatan anda tinggi, tapi tidak pernah bisa tidur tenang. Ananda adalah kebahagiaan sejati, yaitu kebahagiaan tanpa bayang-bayang ketakutan.
Beberapa cara meditasi melibatkan pengulangan suara tertentu secara internal, dan menganjurkan kepada para pelakunya agar tidak terlalu melakukan konsentrasi. Teknik seperti itu akan menyegarkan dan membuat orang relaks, namun untuk peningkatan rohani, konsentrasi tetaplah sangat perlu – yaitu usaha intensif untuk memfokuskan pikiran pada mantra.
Terdapat perbedaan jelas antara konsentrasi dan meditasi, meskipun keduanya dalam pelaksanaannya berhubungan. Pengertian konsentrasi ialah untuk memahami dan menguasai pikiran-perasaan sehingga ia tidak lagi menanggapi dengan kacau terhadap suatu peristiwa. Latihan-latihan konsentrasi adalah suatu pendidikan kembali mengenai tekniknya pikiran-rendah, sehingga ia menurut perintahnya sang
Pribadi, dan menghentikan sifatnya yang bergerak kian kemari dan tidak menentu. Atau dengan kata lain, konsentrasi adalah sebuah upaya keras (baca: dipaksa) untuk memusatkan pada sesuatu, hal ini dianggap bukanlah bagian/tahapan meditasi.
Sedangkan tujuan meditasi ialah melatih pikiran, dalam keadaan tenang, dan beristirahat/berhenti pada pokok yang dipilih, lebih baik pada hal yang mengandung arti yang dalam dan rohaniah, sehingga pokok-caranya dapat membukakan kesadaran yang sedang bermeditasi akan arti makna yang lebih luas dan dalam.
Dalam ajaran Budha terdapat sebuah tahapan meditasi, yaitu Dharana yang berarti pemusatan perhatian tanpa paksaan. Pemusatan perhatian tidaklah berarti anda kosong. Sebagaimana namanya pemusatan perhatian, perhatian anda tertunjukkan pada sesuatu. Tidak dianjurkan bagi anda untuk berada dalam keadaan kosong seratus persen karena ini mungkin dapat membiarkan masuknya
kekuatan dari luar yang dapat mengganggu. Meditasi tingkat tinggi biasanya mengajarkan untuk memusatkan perhatian ke cakra mahkota untuk menerima lebih banyak kekuatan spiritual, atau ke antara alis mata untuk membangkitkan mata spiritual,ataupun ke cakra jantung untuk memberikan lebih banyak kekuatan kepada roh. Jadi, tidaklah kosong sama sekali.
Ada dua macam meditasi apabila dilihat dari kondisi yang dialaminya, yaitu:

• Meditasi bentuk (form meditation)

Dalam meditasi bentuk, seseorang memperhatikan sebuah obyek, hingga pikiran menjadi tenang. Bentuk obyek bisa berupa napas, sensasi kembung kempis perut, suara (seperti: pelafalan doa, mantra), visualisasi tertentu, bahkan gerakan tubuh tertentu, atau apa aja, yang bisa mengkondisikan pikiran masuk pada tingkat bawah sadar. Dalam meditasi ini tingkat gelombang otak akan menurun dan menjadi gelombang alfa atau theta. Pada keadaan pikiran ini terjadi relaksasi dan pelepas stres, selain tentu juga untuk mengembangkan potensi spiritual yang dilanjutkan dalam meditasi tanpa bentuk.
Beberapa tradisi spiritual menggunakan inner yoga untuk mengaktifkan cakra-cakra tubuh sebelum akhirnya berlatih meditasi tanpa bentuk. Tidak semua tradisi memahaminya dari sudut pandang sistem cakra seperti ini. Yang jelas, ciri utama dari meditasi bentuk adalah penggunaan konsep sebagai bagian dari obyeknya, karena itu disebut meditasi bentuk.

• Meditasi tanpa bentuk (formless meditation)

Dalam meditasi bentuk, jika ketenangan terasa semakin mendalam, antara kesadaran (subyek) dan obyek terasa menyatu dan bukan menjadi dua hal yang terpisah. Secara alami, ketenangan akan membawa seseorang memasuki meditasi tanpa bentuk. Sering disebut sebagai deep meditation, namun keadaan ini masihlah kondisional.
Dalam kondisi pikiran yang tenang ini, seorang praktisi menggunakannya sebagai sarana untuk menembus obyek. Menembus disini adalah mengamatinya “apa adanya”. Dalam bahasa lain adalah membiarkan persepsi langsung tanpa jembatan konsep. Hal ini adalah sebuah cara memandang yang benar-benar “apa adanya”, ketika seseorang mengalami setiap momen sepenuhnya.
Dua macam meditasi ini keduanya saling terkait. Bisa dipahami sebagai tahapan praktik, walaupun sebenarnya dalam meditasi tidak ada pencapaian. Pembagian istilah meditasi bentuk dan tanpa bentuk hanyalah sarana bantuan untuk penjelasan saja. Kenyataannya dalam praktik meditasi, penamaan seperti ini bisa mengganggu dan menjebak meditator dalam upaya pencapaian.
Mula-mula seseorang mempraktikkan meditasi bentuk agar pikirannya lebih stabil dalam mengamati obyek. Jika dilihat dari sudut pandang hypnotherapy, yang diinginkan dalam meditasi bentuk adalah keadaan hypnosis. Ada pandangan keliru yang menyebutkan bahwa keadaan hypnosis adalah keadaan tidak sadar atau tidur.
Hypnosis itu sendiri adalah penurunan tingkat gelombang otak, dari gelombang beta menjadi alfa atau theta. “Hypnosis adalah sebuah kondisi sadar yang didominasi pikiran bawah sadar” (Michael Preston, M.D.). “Hypnosis adalah sebuah keadaan yang ‘mengecilkan fokus perhatian” (Milton H. Erickson)
Dalam keadaan yang tenang, seseorang akan lebih mudah melihat sifat asli dari keadaan. Kerelaan untuk menerima “apa adanya” akan membuatnya tidak banyak menampilkan bentuk-bentuk pemikiran. Dalam keadaan ini, pemahaman intuitif berkembang, pengetahuan yang tanpa konsep, atau ada keheningan yang tak terkatakan karena hasrat tidak lagi berkobar. Dalam tradisi Zen ada ungkapan “knowing without knower”. Atau juga “sitting quietly doing nothing”. Banyak istilah-istilah paradok dalam guru-guru spiritual yang mengacu pada keadaan bathin seperti ini.
Perlu untuk diketahui bahwa peralihan meditasi bentuk menjadi tanpa bentuk itu berlangsung secara alami. Pemaksaan untuk melihat “apa adanya” justru akan membuat konflik dalam pikiran. Pikiran yang tenang dan diiringi melepas harapan, maka meditasi tanpa bentuk hadir secara otomatis. Seorang meditator selalu berlatih untuk mempraktikkan meditasi bukan sebagai pencapaian.
Yang menjadi pertanyaan. Bukankah tahap meditasi bentuk maupun tanpa bentuk, keduanya adalah kondisi? Jika semua itu adalah kondisi, maka bebas dari keterkondisian adalah tidak mungkin.
Di sini saya akan menjelaskan maksud dari melepas keterkondisian.
Bebas dari keterkondisian bukanlah berarti tidak mengalami kondisi. Kondisi itu selalu ada dan kondisi itu berubah dari saat ke saat. Melepas keterkondisian adalah melepas hasrat kepastian akan kondisi tertentu. Kondisi akan berjalan dan berubah sesuai dengan cara kerja alaminya. Sementara pikiran yang penuh konflik enggan memahami cara kerja alam seperti ini. Melepas keterkondisian adalah melepas dorongan konflik, yang tidak lain, adalah hasrat diri, yang muncul karena kurangnya pemahaman hidup. Melepas keterkondisian, tidak lain, adalah kesediaan hidup dalam kondisi-kondisi yang berubah.
Kenyataannya, pikiran juga bersifat fluktuatif, dalam waktu tertentu masuk dalam meditasi bentuk, pada waktu yang lain menjadi meditasi tanpa bentuk. Praktik meditasi hendaknya jangan bertujuan untuk memberi penamaan apakah sedang meditasi bentuk atau tanpa bentuk. Jika seseorang secara berat sebelah memberikan bobot kepentingan pada meditasi tanpa bentuk atau bentuk, maka benih konflik sudah di tanam. Tujuan meditasi bukan mencapai keadaan tertentu, tapi melepas keterkondisian. Yang dihadapi sebenarnya adalah nafsu keinginan yang tidak bisa memaklumi keadaan. Untuk itulah, melepas hasrat kepentingan diri sejak awal, termasuk melepaskan keinginan untuk bahagia, akan membuat praktik meditasi terasa lebih mudah.
Kini meditasi banyak diminati oleh mereka yang telah penat dengan rutinitas hidupnya. Persoalannya adalah bagaimana caranya melakukan meditasi dengan lebih baik?
Ini merupakan pertanyaan penting yang telah dicoba dijawab dalam praktek.

Perkecil Gangguan

Pergi ke gunung agar bisa meditasi dengan tenang tidak akan membantu bila anda masih membawa hp, walkie talkie untuk ikut serta. Tempat memang penting, tetapi kesiapan anda untuk tidak terganggu itu lebih penting. Bila anda hendak meditasi, maka tutup hasrat untuk berhubungan dengan semua yang di luar diri anda, lalu tutup pintu, kemudian tutup mata anda, dan lupakan segala permasalahan yang ada.
Menutup hasrat berhubungan dengan dunia luar diri anda selama meditasi memberikan efek psikologi luar biasa, sehingga anda tidak melompat begitu ada bunyi telepon. Bagi anda yang telah berkeluarga, atur semua keperluan rumah anda seperlunya agar anda tenang melakukan meditasi.
Sebaiknya anda memiliki tempat khusus untuk meditasi. Pastikan tempat anda itu kebersihan dan sirkulasi udaranya bagus. Usahakan janganlah berpindah-pindah tempat. Tentu ini bukan berarti anda tidak boleh meditasi di tempat lain. Anda bisa meditasi di mana saja mana saja, namun medan energi meditasi akan segera terbentuk, bila anda sering bermeditasi ditempat yang sama, sehingga anda akan lebih mudah mencapai ketenangan ketika memasuki ruangan tersebut.

Tetapkan Waktu Meditasi Anda

Anda dapat meditasi setiap saat, namun saat sandhya (matahari terbit dan terbenam) merupakan waktu yang terbaik. Tetapkan waktu meditasi anda, lalu umumkan kepada teman dan keluarga agar tidak menggangu pada jam tersebut. Biasanya para praktisi meditasi selalu bermeditasi pada jam-jam tertentu, maka jika waktu tersebut tiba, secara otomatis mereka akan merasakan ingin melakukan meditasi.
Meditasi setidaknya dilakukan dua kali sehari, pagi dan petang. Meditasi pada pagi hari berguna untuk memberikan semangat memulai hari. Meditasi pada malam hari memberikan rileksasi dan mengurai benang kusut pikiran untuk menjadi sulaman yang indah. Dengan demikian anda dapat tidur dengan nyenyak dan tidak diganggu mimpi buruk.
Para pemula sering kali mengalami kesulitan mengatur waktu yang tepat untuk meditasi. Periksalah rutinitas anda sehari-hari, cari waktu yang paling cocok untuk anda. Bila anda telah menetapkan waktunya, maka tegakkan disiplin. Meskipun situasi darurat, tetaplah meditasi beberapa saat. Pada awalnya memang sulit, lama kelamaan menjadi kebiasaan seperti mandi, anda mampu melakukannya tanpa perlu banyak pertimbangan.

Jangan Kekenyangan dan Tidak Pula Kelaparan

Setelah makan, anda akan merasa malas dan mengantuk. Ini disebabkan tubuh sedang memusatkan energi pada proses pencernaan. Sebaiknya anda tidak bermeditasi, karena energi yang menuju ke otak tidak maksimal. Sebaliknya bermeditasi dengan perut kosong, juga tidak juga tidak mungkin meraih konsentrasi. Sebaiknya anda mengkonsumsi makanan ringan atau minum juice buah sebelum bermeditasi.

Gunakan Postur Yang Nyaman

Sebelum meditasi, ada baiknya anda melakukan pemanasan dan peregangan untuk mengendorkan otot dan melancarkan peredaran darah. Meditasi dapat dilakukan dengan berdiri, duduk, bahkan berbaring. Namun, pastikan tulang punggung anda tegak. Bukan tegak ala militer, tapi tegak maksimal menurut anda. Ini karena akan ada aliran energi di tulang belakang yang mengarah ke atas. Postur yang tidak tegak akan menghambat aliran energi, mengganggu napas dan membuat anda mudah mengantuk. Bila anda duduk meditasi, pastikan anda duduk dengan nyaman. Hindari tempat yang tidak rata. Anda bisa gunakan karpet atau bantal kecil sebagai alas untuk membantu kenyamanan duduk anda.

Disiplin Dalam Latihan

Tidak bisa konsentrasi!! Jangan putus asa, dan jangan merasa gagal dalam meditasi. Tidak ada istilah gagal, yang ada adalah masalah jam terbang.
Ingat! Bukan hanya anda yang mengalami perasaan gagal.
Semua orang, bahkan para guru-guru besar meditasi pun, awalnya juga mengalami berbagai kesulitan yang sama dengan anda.
Pikiran kacau, rasa gatal, rasa panas-dingin, bagi para pemula adalah hal yang biasa. Menanggulanginya, anda dapat membaca mantra. Mantra yang tebaik adalah menyebut nama Tuhan menurut kepercayaan anda. Ucapkan mantra anda berulang-ulang.

Menambah Wawasan Spiritual Anda

Carilah teman atau kelompok yang juga melakukan praktek meditasi. Anda juga bisa membaca buku-buku spiritual dari orang yang berkualitas tinggi. Waktu terbaik untuk membaca adalah setelah melakukan meditasi, karena saat itu pikiran menjadi jernih dan tenang. Pengalaman mereka melewati rintangan dalam meditasi akan banyak membantu anda untuk lebih mempersiapkan diri dalam perjalanan spiritual anda.

kupasan lontar ramalan di bali


Dalam sebuah teks berbentuk lontar yang judulnya “Indik Padiwasan” dari Geriya Pakarangan Budhakeling Karangasem, pada lembar lontar 13a – 38a muncul suatu bentuk tenung yang diistilahkan dengan Sasih Pangunyan.
Arti kata tenung di sini hampir sepadan dengan kata tenung dalam bahasa Indonesia yang bermakna kepandaian dan sebagainya untuk mengetahui (meramalkan) sesuatu yang gaib (seperti meramalkan nasib, mencari orang hilang).
Lantas, apa makna kata tenung dalam kaitan meramalkan peristiwa atau kejadian mendatang — terutama yang akan terjadi di Nusantara ini? —–MEMANG, khusus dalam bahasan ini, makna kata tenung diartikan sebagai cara untuk meramalkan kejadian-kejadian yang akan datang — terutama yang akan terjadi di Nusantara ini.
Sasih artinya bulan-bulan dalam sistem tahun Caka, sedangkan pangunyan adalah ketetapan yang diperoleh melalui perhitungan tenung.
Tenung secara tradisional dipakai untuk meramalkan bagaimana keadaan alam ke depan, pada ketentuan sasih atau bulan dalam angka tahun Caka, mengikuti sistem wariga atau kalender Bali.
Zaman dulu, biasanya para tetua di Bali mempergunakan Tenung Sasih Pangunyan ini sebagai landasan untuk menyiapkan diri secara sekala-niskala (lahir-batin) guna menyongsong datangnya sasih atau bulan dalam ketentuan Tahun Caka dengan ramalan-ramalannya. Tenung Sasih Pangunyan dalam teks lainnya (Candrapaleka) diistilahkan juga dengan Tenung Pangunyan Sasih.
Untuk menentukan ketetapan Tenung Sasih Pangunyan rumusnya sebagai berikut: tahun Caka dibagi 12, lalu sisa pembagian tersebut merupakan ketentuan yang menjadi ketetapan pangunyan-nya. Bilangan yang merupakan hasil pembagian pangunyan diistilahkan dengan sirah pangunyan yang artinya kepala pangunyan. Berikut berdasarkan ketetapan kepala pangunyan-nya barulah dapat diketahui bagaimana ramalan-ramalan tenung tersebut pada tahun yang hendak dicari.
Misalnya saat ini, tahun Caka 1928. Tahun Caka 1928 : 12 = 160 sisa 8.
Jadi, sirah pangunyan atau kepala pangunyan dari tahun Caka 1928 adalah 8. Setelah kepala pangunyan-nya didapat, tinggal melihat ketentuan sasih atau bulan pangunyan-nya.
Ketetapan dan ramalan Tenung Sasih Pangunyan pada tahun Caka 1928, menurut teks lontar Indik Padiwasan dari Geriya Pakarangan Budhakeling Karangasem sebagai berikut:
  • Sasih Waisyaka (10) ring Caitra (9) ngunya : watek pari pada rusak, tuna alapannia, wong mapasah, udan langah. Bulan 10 ngunya 9. Padi-padian rusak, panen kurang, banyak orang yang akan berpisah, hujan jarang-jarang.
  • Sasih Jyestha (11) ring Waisyaka (10) ngunya : rahayu, sarwa tandur murah, katmu madya, duwun tutuk manda ngaran. Bulan 11 ngunya 10. Baik, hasil panen murah, untung menengah, pangunyan sasih ini diistilahkan dengan dumun tutuk manda.
  • Sasih Asadha (12) ring Jyesta (11) ngunya : udan deres, meweh saparania, tatanduran hala-hayu. Bulan 12 ngunya 11, hujan deras, dilanda kesusahan semuanya, tanaman buruk dan ada juga yang baik.
  • Sasih Srawana (1) ring Asadha (12) ngunya, tasyaning sasih kasusupan pramga arep rahayu. Bulan 1 ngunya 12. Pada bulan ini banyak orang akan meminta-minta (tasyan = hasil meminta-minta, sedekah, zakat, derma, karunia, hadiah) memohon keseselamatan.
  • Sasih Bhadrapada (2) ring Waisyaka (10) ngunya, smara patemutangan, ikang sasih rodrasyamangan, tandur madya. Bulan 2 ngunya 10. Banyak orang yang akan terlibat percintaan dan pernikahan , sasih ini ada Rudra (dewa kehancuran) yang akan memakan (rudra-sya-amangan), tanaman menengah.
  • Sasih Aswina (3) ring Bhadrapada (2) ngunya, rem-rem ikang sasih, hala-hayu madya tatanduran. Bulan 3 ngunya 2. Pada bulan ini langit gelap, ada baik dan buruknya.
  • Sasih Kartika (4) ring Aswina (3) ngunya, panes madya, uyah dadi, katmu suka, wekasan hala. Bulan 4 ngunya 3, panas menengah, usaha garam berhasil, awal bulan memperoleh kebahagiaan, akhir bulan sengsara.
  • Sasih Magasirsa (5) ring Kartika (4) ngunya, kapas dadi, sugih raremahamrat panes madya. Bulan 5 ngunya 4, tanaman kapas berhasil panennya, (raremahamrat?) panas menengah.
  • Sasih Pusya (6) ring Magasirsa (5) ngunya, gering manglayung, suka duka udania, rumbang bhuwana. Bulan 6 ngunya 5, penyakit lemas, hujan mendatangkan suka dan juga duka, terjadi pergolakan di bumi.
  • Sasih Mukha (7) ring Pusya (6) ngunya, arigpragunungan, pada kurang panganan, jagung pada rebah, udan deres. Bulan 7 ngunya 6, gunung-gunung kering, makanan kurang, jagung rebah, hujan lebat.
  • Sasih Phalguna (8) ring Caitra (9) ngunya, udan deres matemahan hayu, patemu kasuka-sukan. Bulan 8 ngunya 9. Hujan deras namun membawa kebaikan, memperoleh kesenangan.
  • Sasih Caitra (9) ring Phalguna (8) ngunya, oreg, kang taru pada rusak, watek tandur pada mati, udan angin. Bulan 9 ngunya 8. Terjadi keributan, kegemparan, huruhara. Kayu-kayu rusak, segala yang ditanam mati, hujan disertai angin kencang.
Bencana Gempa Melalui ramalan ini marilah cocokkan kejadian bencana gempa di Jogjakarta dan Jawa Tengah yang berkekuatan 5,9 SR pada Sabtu, 27 Mei 2006 lalu itu. Tanggal 27 Mei menurut perhitungan wariga dengan sistim ngunyaratri-nya (ksayatithi) merupakan hari terakhir dari ketetapan sasih Jyestha dimana pada tanggal itu adalah tilem/krshnapaksa (bulan mati). Namun, jika mengacu pada ilmu astronomi, bulan mati sesunguhnya tidak jatuh pada tanggal 27 Mei 2006, namun jatuh pada tanggal 26 Mei 2006.
Jadi, berdasarkan kajian ilmu astronomi pada tanggal 27 Mei 2006 itu adalah hari pertama dari bulan berikutnya atau bulan baru, yang dalam wariga di Bali diistilahkan dengan pananggal apisan. Jadi tanggal 27 Mei tersebut adalah hari pertama dari bulan 12 (Asadha), perspektif kombinasi astronomi dan wariga.
Sekarang, mari perhatikan kembali ramalan Tenung Sasih Pangunyan pada bulan Asadha, “udan deres, meweh saparania, tatanduran hala-hayu.” Artinya, “hujan deras, dilanda kesusahan semuanya, tanaman buruk dan ada juga yang baik.”
Dari kutipan ini dapat dilihat hasil ramalan Tenung Sasih Pangunyan yang menyatakan pada bulan 12 (Asadha) tersebut manusia akan dilanda kesusahan (meweh saparania). Jika seandainya keterangan dari Tenung Sasih Pangunyan ini dapat diketahui jauh hari sebelumnya, seperti tradisi waspada para tetua di Bali tempo dulu, tentunya sedikit tidak orang dapat mawas diri dari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan.
Melihat adanya sedikit indikasi akurasi tenung Sasih Pangunyan — meskipun tidak spesifik — dengan bencana Jogjakarta dan Jawa Tengah, sedikit tidak teks ini cukup layak untuk kembali diperhatikan oleh masyarakat Nusantara dan yang berwenang untuk itu. Paling tidak, dapat dipakai bacaan spiritual untuk menetapkan perlunya peringatan-peringatan dini pada masyarakat yang berisiko bencana.
Meskipun tulisan ini tidak menyentuh rasionalitas dan jelas-jelas tidak ilmiah, tentu tidak salah untuk dibaca sebagai kekayaan budaya. Setidaknya, dari sini dapat diyakini bahwa untuk peringatan bahaya secara dini, para leluhur kita tidak kalah oleh para ilmuwan di negara-negara maju, meskipun mungkin pengarangnya (Indik Padewasan) tidak berdasarkan kajian-kajian yang ilmiah.
Selanjutnya, mari perhatikan baik-baik ramalan Tenung Sasih Pangunyan pada bulan Srawana (1) tahun 1928 Caka, ramalannya, “tasyaning sasih kasusupan pramga arep rahayu.” Artinya, pada bulan ini banyak orang akan meminta derma dan memohon keselamatan. Jika dalam sebulan lagi masyarakat Jogja dan Jawa Tengah masih tetap mengharapkan uluran tangan para dermawan dan tetap memohon keselamatan pada Tuhan, berarti ramalan teks Tenung Sasih Pangunyan ini ada benarnya, dan di sini terkandung kecerdasan spiritual pengarangnya. Nasi sudah menjadi bubur, kita hidup di negara yang memang rentan bencana. Kita hidup di negara di mana bencana telah menjadi kala maya yang tak terdeteksi, tidak ada teknologi apapun dan siapapun di negara ini yang mampu memprediksi datangnya bencana itu, serta tidak pernah ada pengumuman sebagai peringatan dini untuk datangnya bencana. Kita telah terpuruk dalam kimiskinan moralitas, krisis multidimensi dan sekarang bencana yang datang bertubi-tubi. Kali ini hanya rasa kemanusiaan dan nasionalisme yang harus tetap kita pertahankan.
Mari kita bantu saudara kita di Jogjakarta dan Jawa Tengah untuk menemukan kebahagiaannya kembali. Oleh IB Putra Manik Aryana