Jumat, 02 Desember 2011

Pedoman Dasar Membangun Padmasana

  1. Pendahuluan:
    Dalam kenyataan sekarang banyak sekali terdapat variasi bangunan Padmasana baik mengenai bentuk, tata letak, maupun hiasan yang digunakan. Atas dasar tersebut diadakanlah seminar dengan salah satu topik yang berjudul Standarisasi bentuk Padmasana, dengan tujuan mendapat kesatuan pendapat bentuk bangunan Padmasana yang bisa digunakan sebagai pedoman dasar dalam pembangunan Padmasana.
    Pada sidang komisi disepakati untuk menyesuaikan judul lama dengan judul baru : Pedoman dasar pembangunan Padmasana, untuk memberikan sifat keluwesan dengan tidak mengurangi nilai tattwanya. Bahan dasar sebagai sumber penulisan adalah : Prasaran, pembahasan, urun pendapat dan para peserta baik dalam sidang- sidang pleno maupun sidang- sidang komisi.

  2. Pengertian.
    1. Tattwa.
      Tattwa Padmasana bersumber pada kitab- kitab Weda (Sruti dan Smrti) serta kitab- kitab yang memuat ajaran Siwa Sidanta, secara khusus dimuat dalam Lontar Anda bhuwana, Padma bhuwana, dan Adi Parwa. Pada prinsipnya Padmasana adalah pengejawantahan bhuwana agung (alam raya) sebagai stana Ida Sanghyang Widhi. Bhuwana Agung disimbulkan dengan Bedawang Nala (Kurma Agni) yang dililit oleh Naga yang menyangga lingga. Adi Parwa menceritakan pencarian Amerta dengan memutarkan Mandara Giri/ Gunung Mandara di dalam Ksirarnawa (lautan susu). Dalam pemutaran Mandara Gin tersebut Naga Anantabhoga mencabut gunung Mandara, Bedawang Nala menyangganya, Naga Basuki melilit, dan para Dewa dan raksasa memutarnya. Akhirnya Wisnu yang mengendarai Garuda menguasai Amerta tersebut.
    2. Fungsi.
      Umat Hindu dalam usaha mendekatkan diri dan memuja Hyang Widhi menjadikan Padmasana sebagai sarana menstanakan Hyang Widhi.

  3. Bentuk.
    Secara umum bentuk bangunan Padmasana dibagi atas tiga bagian:
    1. Tepas (dasar).
    2. Batur (badan).
    3. Sari (puncak).
    Uraiannya adalah sebagai berikut
    1. Tepas (dasar)
      Dasar Padmasana didukung oleh Bedawang Nala yang dibelit oleh Naga. Mengenai masalah Naga bisa berjumlah satu sebagai simbul Hyang Wasuki dan dapat pula dua sebagai simbul Hyang Wasuki dan Anantabhoga.
    2. Batur (badan).
      Pada badan Padmasana terdapat pepalihan (tingkat yang berjumlah gasal 5, 7, dan 9) dan hiasan Garuda serta angsa di atasnya juga terdapat arca Astadikpalaka yang letaknya sesuai dengan pengider- ider.
    3. Sari(puncak).
      Puncak Padmasana berbentuk Singasana yang terdiri dan ulon, tabing dan badan dara. Pada ulon dapat diisi pahatan berwujud Hyang Acintya. Bagian atas dari tabing sebaiknya tidak ada bentuk- bentuk hiasan karena sudah menggambarkan alam swah.

  4. Tata letak.
    1. Prinsip dasar letak padmasana sebagai bangunan pemujaan Ida Sanghyang Widhi Wasa mengambil tempat pada daerah yang paling utama.
    2. Faktor- faktor penentuan daerah utama.
      1. Arah atas, sesuai dengan nilai- nilai tri loka.
      2. Arah Timur, sesuai dengan arah perputaran bumi/ terbitnya matahari.
      3. Arah Kaja sesuai dengan letak gunung/ pegunungan.
    3. Pilihan tata letak.
      1. Secara mendatar.
        1. Timur.
        2. Kaja.
        3. Kaja Kangin.
      2. Secara vertikal: atas.

  5. Upacara/ upakara.
    1. Nasarin (peletakan batu pertama.
      1. Ngeruwak sesuai dengan keputusan Pesamuhan Agung Tahun 1987.
      2. Penggalian". lubang untuk dasar.
      3. Penyucian lubang bisa sampai tingkatan mebumi sudha.
      4. Persembahyangan dengan puja pengantar Ananta Boga stawa dan Pertiwi stawa. Bunga atau kawangen yang telah dipakai diletakkan pada lubang sebagian dasar.
      5. Peletakan dasar dengan materi sesuai dengan keputusan Pesamuhan Agung tahun 1988.
    2. Melaspas.
      Upakara- upakara berupa pedagingan, orti, dan sesaji sesuai dengan lontar Dewa Tattwa, wariga, Catur Winasa Sari dan Kesuma Dewa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar